Menghirup Udara Segar
Menghirup Udara Segar.
Itulah judulnya.
Seketika aku memulai bangku kuliah di sebuah universitas terkenal akan nilai kedamaian dan kerahmatan di dalamnya. Islam. Mahasuci Allah, sesungguhnya aku hanya sebuah spesies tak ada apa-apanya di muka bumi ini.
Berlalu sudah berbagai peristiwa yang telah ku alami belakangan ini, setelah banyak hal yang menempa diriku hingga aku mencoba untuk berfilosofi akan semesta kehidupan yang segenap ku miliki ini. Yang sudah pasti, tanggapan semua manusia di dunia hanya satu. Mereka tidak akan mengerti. Karena mereka tidak menggunakan akalnya untuk menyentuh sesuatu yang datang kepadanya secara ghaib dan penuh misteri ini.
Itulah aku, sebutlah aku sebagai seorang cucu dari Herakleitos. Apakah kalian mengenalnya? Yaps, kalian hanya mengenal beberapa filusuf terkenal saja. Plato, Aristoteles, mungkin dari Islam pasti kalian mengenal Imam Al-Ghazali, lalu Ibn Sina, Al-Farabi, dan sebagainya.
Sungguh, kalian tidak salah mengenal sosok mereka semua, karena mereka telah berhasil menyumbangkan sebuah sumbangsih terbesar untuk kehidupan manusia hingga saat ini. Namun, izinkan aku mengenalkan apa yang sedikit kuketahui tentang Herakleitos, kakek jauhku dan seorang filusuf yang jauh sebelum kelahiran dari pemikiran om Plato dan Aristoteles, dan ku kutip dari https://rumahfilsafat.com/2014/04/11/herakleitos-peri-physeos-atau-tentang-alam-uber-die-natur/
Jadi guys, Herakleitos itu adalah seorang filusuf yang melihat sudut pandang yang bahwasanya Kehidupan itu selalu berubah di sekitar kita. Beliau juga membuat sebuah karya yang berjudul Peri Physeos, atau di sebut Tentang Alam (über die Natur). Peri Physeos bukanlah sebuah buku, melainkan kumpulan fragmen atau tulisan pendek yang diperkirakan berasal dari 500 tahun sebelum Masehi. Semua pengetahuan kita tentang Herakleitos datang dari filsuf-filsuf setelahnya, yang mengutip pemikirannya. Di dalam sejarah filsafat, Herakleitos dianggap sebagai salah satu filsuf pra-Sokratik terbesar, yakni filsuf yang hidup sebelum Sokrates. Fokus pemikiran Herakleitos adalah pemikiran tentang alam (Naturbetrachtung) serta kaitan antara manusia dan ada (sein) yang mendasari seluruh kenyataan.
Itulah judulnya.
Seketika aku memulai bangku kuliah di sebuah universitas terkenal akan nilai kedamaian dan kerahmatan di dalamnya. Islam. Mahasuci Allah, sesungguhnya aku hanya sebuah spesies tak ada apa-apanya di muka bumi ini.
Berlalu sudah berbagai peristiwa yang telah ku alami belakangan ini, setelah banyak hal yang menempa diriku hingga aku mencoba untuk berfilosofi akan semesta kehidupan yang segenap ku miliki ini. Yang sudah pasti, tanggapan semua manusia di dunia hanya satu. Mereka tidak akan mengerti. Karena mereka tidak menggunakan akalnya untuk menyentuh sesuatu yang datang kepadanya secara ghaib dan penuh misteri ini.
Itulah aku, sebutlah aku sebagai seorang cucu dari Herakleitos. Apakah kalian mengenalnya? Yaps, kalian hanya mengenal beberapa filusuf terkenal saja. Plato, Aristoteles, mungkin dari Islam pasti kalian mengenal Imam Al-Ghazali, lalu Ibn Sina, Al-Farabi, dan sebagainya.
Sungguh, kalian tidak salah mengenal sosok mereka semua, karena mereka telah berhasil menyumbangkan sebuah sumbangsih terbesar untuk kehidupan manusia hingga saat ini. Namun, izinkan aku mengenalkan apa yang sedikit kuketahui tentang Herakleitos, kakek jauhku dan seorang filusuf yang jauh sebelum kelahiran dari pemikiran om Plato dan Aristoteles, dan ku kutip dari https://rumahfilsafat.com/2014/04/11/herakleitos-peri-physeos-atau-tentang-alam-uber-die-natur/
Jadi guys, Herakleitos itu adalah seorang filusuf yang melihat sudut pandang yang bahwasanya Kehidupan itu selalu berubah di sekitar kita. Beliau juga membuat sebuah karya yang berjudul Peri Physeos, atau di sebut Tentang Alam (über die Natur). Peri Physeos bukanlah sebuah buku, melainkan kumpulan fragmen atau tulisan pendek yang diperkirakan berasal dari 500 tahun sebelum Masehi. Semua pengetahuan kita tentang Herakleitos datang dari filsuf-filsuf setelahnya, yang mengutip pemikirannya. Di dalam sejarah filsafat, Herakleitos dianggap sebagai salah satu filsuf pra-Sokratik terbesar, yakni filsuf yang hidup sebelum Sokrates. Fokus pemikiran Herakleitos adalah pemikiran tentang alam (Naturbetrachtung) serta kaitan antara manusia dan ada (sein) yang mendasari seluruh kenyataan.
Ia hidup sekitar 550 sampai dengan 480 sebelum Masehi. Tulisannya mengambil bentuk syair, atau bahkan puisi tentang hakekat dari alam. Maka, artinya tidak bisa muncul begitu saja, melainkan harus ditafsirkan terlebih dahulu. Beberapa penafsir, termasuk König, menyebut kumpulan fragmen tersebut sebagai gelap (dunkel). Menurut König, Herakleitos sebenarnya telah menulis satu buku penuh dengan judul yang sama, yakni Peri Physeos. Namun, banyak bagian dari buku itu hilang. Yang kita miliki sekarang hanyalah bagian kecil dari buku itu, kurang lebih 20 halaman dan terdiri dari kumpulan kalimat-kalimat pendek. Jika kita membaca fragmen-fragmen ini secara jeli, kita akan menemukan banyak ide yang revolusioner tentang alam. (selengkapnya di https://rumahfilsafat.com/2014/04/11/herakleitos-peri-physeos-atau-tentang-alam-uber-die-natur/ )
Namun, sesuatu yang membuatku terkesan dari seorang kakekku ini, ia sangat menjunjung tinggi akan nilai semangat perubahan pada diri seseorang. Karena ketika seseorang sudah mampu menjadi agen perubahan dalam dirinya, maka ia sudah bisa menentukan nasib dan ujian yang akan menimpanya di masa depan. Ujian yang di hadapi, sudah pasti ia mampu melampauinya karena berkorelasi dari Firman Allah SWT dalam surat Ar-Ra'd ayat 11 (https://quran.com/13 )bahwa :"Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia."
Dengan demikian, tidak ada alasan bagi makhluk seperti manusia untuk menolak perubahan, karena sejatinya ia sendiri yang harus menentukan nasib dan kesanggupan yang sesuai keadaannya sendiri.
Perubahan takkan membuatmu mati di telan masa, dan takkan berubah pun takkan membuatmu mati menjadi sebuah onggokan fosil. Life is your choice and your own path to the stages of life itself.
Komentar
Posting Komentar