Kita tidak tahu apa yang di balik tirai



Kita tidak tahu apa yang di balik tirai.
Kehidupan ini cukup misteri. Sekalipun ia hanya tertampak sebagai “pembatas”, yang menjadi pemandangan yang indah dari yang ingin kita temui di dalam kehidupan kita. Sebuah “pembatas” yang meninggalkan sebuah clue tentang sebab kita mempertanyakan mengapa kehidupan yang ingin kita rangkai ini begitu nyata, sehingga menjadi suatu keharusan untuk selalu menunggu tirai “pembatas” tersebut agar dapat membuka dan menyingkap di baliknya. Tetapi, hal yang menyiksa itu mulai muncul, di saat harus menunggu dan berharap tanpa bergerak mencuatkan potensi diri. Yang terjadi, hanyalah penyiksaan diri dan itu selalu berkemul di dalam diri sendiri yang notabene di sebut sebagai “delusi”.

Kita tidak tahu apa yang di balik tirai.
Semua rangkaian perjalanan hidup ini tidaklah di sebut sebagai perihal yang rumit. Karena sejatinya, kita sering sekali merasakan betapa perihnya “berharap” pada sesuatu yang tertutup oleh keindahan yang semu. Menyukai wanita, kemudian mengagumi wanita, kemudian membayangkan wanita, hingga berakhir pada mengharapkan wanita. Sebagai contoh itu, ia tidak lain adalah kepalsuan imagery di dalam diri sendiri yang tidak pernah kita ketahui secara pasti di dunia nyata. Hingga berakhir pada “menyesalkan” wanita.

Kita tidak tahu apa yang di balik tirai.
Itu baru satu contoh, dalam hal pengaguman terhadap makhluk. Bagaimana dengan perjalanan hidup yang lain? Karier? Hasil? Sukses? Segala hal menyiksa itu hanyalah angan-angan semu. Karena tiada yang dapat menjamin semua itu dapat tersingkap sesuai dengan ambisi yang kita inginkan. Sebagaimana seorang seniorku pernah berkata seperti ini: “Kebahagiaan itu tidak ada. Ia terlahir sebagai konsep. Yang menjadi kebahagiaan yang abadi adalah setelah kehidupan ini berakhir”. Sekalipun kita meminta akan kebahagiaan, jika kita tidak bisa menentukan nasib dan keadaan diri sendiri yang justru harus rela menunggu tersingkapnya tirai “pembatas” yang menghalang, hal tersebut pasti berakhir bagi kita sebagai pembunuhan diri sendiri. Mengapa banyak orang memutuskan untuk bunuh diri? Karena satu hal. Ia hanya ingin “menanti” akan kebahagiaan yang terbuka dari “pembatas” yang menghalanginya.

Kita tidak tahu apa yang di balik tirai.
Buatlah diri ini tercipta dan terbentuk secara sederhana. Di mulai dari merangkai apa yang menjadi “diri” kita yang seharusnya. Mungkin kita sering terjebak dengan keindahan sebuah tirai yang membayangkan akan di dalamnya terdapat keindahan bagi kita. Namun, bisa jadi itu akan menjadi mimpi buruk untuk sepanjang hidup kita. Karena itulah, fokus untuk menyusun konsep diri menjadi yang sederhana adalah kunci utama untuk melepaskan pandangan sejenak dari menatap hal yang membatasi tersebut. Terkadang, inilah yang sering membuat kita lupa arah dan kehilangan tujuan. Ketika kita mengenali bahwasannya, “Aku adalah A, dan aku tercipta untuk menjadi penuntun bagi setiap orang selama aku hidup di dunia”, maka orang tersebut sudah berhasil menciptakan konsep kehidupan. Yang akan membuatnya semakin teringat siapa dirinya, dan untuk apa ia habiskan di dalam kehidupannya. Bagaimana dengan keindahan tirai? Tenanglah. Tirai hanyalah sebuah pembatas. Ia bukanlah sesuatu yang harus di bayangkan sebagaimana berisi sesuatu yang di harapkan.
Alasan mengapa kebahagiaan itu harus di ciptakan bagi semua orang, karena..
Ini membuktikan bahwa kita itu ada.

06/11/2018
Filusuf Ngawur, Cucunya Herakleitos


Komentar