Cerpen #4: Semesta Bersemarak
Semesta
Bersemarak
19/08/2019
"Wah,
indahnya kembang api ini ya, Win."
Aku
pun ikut terkagum. Melihat indahnya malam di hiasi oleh gemerlap kembang api
yang menembak langit dan memancarkan serpihan warna. Di selingi oleh suara
masyarakat yang berteriak.. "Merdeka.. Merdeka!!" adalah momen yang
selalu di nanti dan di peringati sebagai hari kemerdekaan negara tercinta yang
ke-73 ini.
Duduk
bersama Juliana, teman karibku yang sejak lama kami bertetangga, menikmati
malam puncak peringatan dengan penuh kegembiraan ini.
"Win,
terima kasih ya. Kamu sudah bantu banyak untukku." ucap Julia sambil
menyandarkan kepalanya ke pundakku.
"Aku
belum melakukan hal yang lebih untukmu. Segalanya kulakukan demi semua orang,
termasuk untukmu." sahutku sambil mengelus dahi Julia yang di ambang
lelah.
Begitu
lelahnya, seharian bekerja untuk menciptakan konsep kegiatan yang memakan waktu
dari pagi hingga malam hari ini.
Sebagai
panitia di bagian perlengkapan, Aku bertugas seharian tadi sebagai pemandu
teknis dan mengorganisasi banyaknya barang-barang yang di perlukan. Di mulai
dari pagi, Tim Dekorasi dan Dokumentasi, yang sudah mengerjakannya jauh 6 hari
sebelum jatuh tanggal 17 ini. Dan Aku bersama Tim Perlengkapan memulai untuk
membagi teknis dan rangkaian simulasi dalam menyelenggarakan
perlombaan-perlombaan.
Pagi
itu, tepat waktu sesudah sholat shubuh pukul 5.10 dan semua Tim Perlengkapan
pun berkumpul.
"Baik,
pagi ini kita akan mencoba untuk memulai rangkaian simulasi lomba yang telah di
susun oleh dari Tim Kreatif," teriak Cahyo, seorang koordinator Tim
Perlengkapan. Cahyo punya jiwa pemimpin, tapi kadang Ia menjadi tidak keruan
jika ada beberapa pendapat berbeda yang mendistraksi kefokusannya untuk
memimpin.
"Tunggu,
Yo. Kita belum tahu pasti gambaran lomba apa saja yang harus kita buat! Yang ku
tahu kemarin kita terlalu banyak mengulur waktu karena harus menunggu konsep
Tim sebelah yang lambat itu" ujar Denil, anggota Tim yang menurutku
terlalu banyak interupsi tanpa aksi. Dan kadang, Ia terlalu banyak bertanya
ketika semua sudah di putuskan, dan terlalu argumentatif ketika semua orang
sedang di ambang sulit.
"Tapi,
'kan Tim Kreatif sudah memberikan konsepnya dan mematangkannya dengan penuh
pertimbangan. Apakah kau tidak tahu? Memangnya kau selama ini ke mana saja?
Jika memang lambat, lantas bagaimana denganmu yang hanya mau terima jadi
saja??" balas Aron. Ia tipikal orang yang tidak tahan dengan orang yang
menurutnya tidak memiliki kedisiplinan bekerja. Dan juga, Ia malas untuk
terbuka dengan orang yang baginya tidak punya dorongan untuk bergerak
"Tenanglah,
kawan. Aku sudah mempelajari konsepnya semalaman. Memang konsep dari Tim
Kreatif sedikit memakan waktu, tapi sekarang kita sudah bisa berkumpul untuk
memulai simulasinya. Jika memang ada yang kurang paham, kalian bisa bertanya
padaku." sambung Juliana. Julia adalah wanita yang selalu membuatku
antusias akan aksinya, dan pandai menyesuaikan keadaan. Meskipun Ia terlalu
polos dengan suasana, sehingga kadang Ia mudah di jatuhkan pihak lain.
"Baik,
jadi bagaimana keputusannya?, " tanya Cahyo. Dan saat itu juga Ia
melihatku.
"Bagaimana
menurutmu, Erwin?"
"Hmm..
Aku setuju dengan Julia. Menurutku, kita harus membaca dahulu konsep dari Tim
Kreatif. Mumpung di sini kita masih pagi sekali, dan toko-toko belum buka, kita
pahami konsepnya dengan serius. Nanti di atas pukul 6.06 kita sudah harus
siapkan barang-barang yang ada dan memulai penataan perlengkapan di pos lomba
masing-masing. Jika ada perlengkapan yang kurang, biar nanti Denil dan Aron
yang membeli perlengkapan lainnya." jawabku dengan sedikit semangat.
Memang di saat seperti ini pola intuitif ku harus bisa se-cantik mungkin untuk
meyakinkan lainnya agar mereka sependapat denganku. Tapi...
"Hei!!
Seenaknya kau menunjukku mengerjakan hal sepele itu!! Memangnya tidak ada yang
lain yang bisa di suruh untuk hal itu??" geram Denil.
"Dengar,
semuanya. Kita memang boleh berbeda pendapat. Kita memang pasti di sini punya
niat yang berbeda. Tapi, ingat! Kita adalah Tim. Kita bekerja demi kepentingan
bersama. Tidak ada yang perlu saling menyalahkan. Di sini, pendapat Erwin cukup
kuat untuk membuat kita tetap bersatu. Tetap beriringan, dan tetap bersama
dalam satu lingkaran semesta. Jika dari salah seorang di antara kita ada yang
berpisah karena merasa tidak mendapat ketidakadilan, maka kita semua di sini
juga bisa menuntut ketidakadilan yang sama!!. Jadi, mohon kepada teman-temanku
semua!! Mari kita laksanakan dan berikan yang terbaik dari kerja sama
kita!!," teriak Cahyo. "Apakah kalian semua siap?"
"Siap!!"
jawabku beserta yang lainnya, kecuali Denil.
"Cih..
terserah." bisik Denil sambil menggesekkan sepatunya di atas aspal.
Persiapan
telah selesai. Pada pukul 09.30 semua rangkaian lomba pun di mulai. Sorak sorai
anak-anak telah memeriahkan dari berbagai kegiatan lomba. Hampir dari anggota
Tim berpencar ke sana kemari untuk menyiapkan dan memandu jalannya kegiatan
lomba. Beberapa Tim Perlengkapan ada yang mengambil peran aktif memandu ,
menyiapkan perlengkapan lomba, dan ada juga yang mencari celah waktu untuk
istirahat karena kelelahan bekerja dari pagi hingga menjelang siang terik ini.
Aku
melihat Denil duduk sendirian dekat jembatan di atas arus sungai yang mengalir.
Lalu Aku meneraktirnya sekaleng minuman air kelapa.
"Nih,
Nil. Kau pasti haus."
Denil
menatapku dengan tatapan dingin. Lalu ia menunduk.
"Tenang
Nil. Aku kemari ingin minta maaf jika perkataanku tadi...."
Denil
kemudian memotong ucapanku.
"Tidak.
Aku yang salah. Mungkin Aku yang terlalu ingin di benarkan sehingga Aku selalu
membantah perkataanmu dan yang lain."
"Hmm..
begitukah?" sahutku dengan senyum. Lalu Aku pun duduk di dekatnya.
"Baiklah,
Nil. Setidaknya hari ini kita sudah cukup bekerja keras. Aku akan menghargai
semua yang kau lakukan untuk kami. Tapi, kau juga perlu untuk menyimak
baik-baik dengan orang yang peduli padamu." ucapku sambil menyodorkan
minuman untuknya.
"Iya,
maaf ya Erwin. Terima kasih nasehatnya." sahut Denil. Raut wajahnya
kembali tenang dan tersenyum.
Hingga
malam tiba, pada puncak malam 17'an inilah Aku mulai merasakan syahdunya lelah
bekerja seharian bersama dengan orang-orang yang turut ikut memeriahkan. Semua
orang berkumpul, dan menikmati bersama gemerlap cahaya yang memancar. Langit
pun menjadi berwarna. Bintang pun tak kalah banyaknya. Dan Bulan bersinar
seolah-olah tersenyum pada rangkaian yang indah. Perbedaan telah mewarnai momen
semaraknya kemerdekaan. Membentuk indahnya rangkaian semesta yang bersemarak.
-
Ahad, 19 Agustus 2018 -
Komentar
Posting Komentar