Golden Emptiness: Living in Modern Era, No One Cares About Feeling, isn't it?
Perasaan adalah bagian alami dari kepribadian manusia yang rasional; bisa dianggap sebagai cara untuk membuat keputusan antara nilai-nilai, baik nilai-nilai individu maupun nilai-nilai moral yang diterima oleh masyarakat. Namun, pada masa kini, apakah manusia mulai kurang memperhatikan peran perasaan sebagai alat untuk menyelesaikan masalah atau membuat keputusan?
Menurut Carl Jung, perasaan adalah proses subjektif yang dapat beroperasi secara independen dari pengaruh eksternal. Ini merupakan fungsi rasional yang dipengaruhi oleh refleksi, bukan persepsi. Fungsi perasaan melibatkan penilaian dan nilai-nilai, memberi kita pemahaman tentang nilai-nilai yang penting bagi kita, bukan hanya melihat apa yang terjadi secara fisik. Dalam kehidupan sehari-hari, perasaan sering kali disalahartikan dengan emosi. Emosi, atau afek, adalah hasil dari kompleks yang aktif. Perasaan yang tidak dipengaruhi oleh afek bisa menjadi dingin. Perasaan berbeda dari afek karena tidak menimbulkan sensasi fisik yang dapat dirasakan, melainkan hanya merupakan proses berpikir biasa.
Pada dasarnya, perasaan memungkinkan manusia untuk menyampaikan refleksi yang memiliki nilai tertentu, baik sebagai pertimbangan bersama dalam masyarakat maupun secara personal. Namun, ketika nilai-nilai tersebut diabaikan atau tidak diperhatikan, orang dengan fungsi perasaan yang minim mungkin sulit untuk menyampaikan perasaannya dengan efektif. Mereka bisa dianggap kurang peka atau bahkan dianggap tidak logis.
Ada yang mengatakan bahwa orang yang memperlihatkan ekstroveri perasaan hanya memperhatikan ekspresi dan tindakan orang lain. Mereka mungkin sulit untuk mengenali atau memahami niat sebenarnya dari orang lain, dan sering kali menerjemahkannya sebagai apa yang orang tersebut butuhkan atau inginkan. Tujuannya adalah memberikan dukungan dan kenyamanan, asalkan tetap dalam batas-batas yang sesuai.
Di sisi lain, orang dengan fungsi perasaan introvert lebih sensitif terhadap nilai-nilai yang mereka rasakan secara subjektif. Mereka berharap keputusan yang diambil mencerminkan nilai-nilai individu masing-masing sebelum menjadi keputusan moral atau masyarakat secara kolektif. Meskipun mungkin tidak selalu diterima, mereka menghargai setiap refleksi yang diungkapkan dengan jujur, baik, dan otentik, selama itu menghindari menyakiti perasaan orang lain, sehingga menciptakan solusi yang saling menguntungkan.
Namun, mengapa perasaan dan pikiran seringkali sulit untuk diakui secara bersamaan? Jung menyatakan bahwa perasaan sama pentingnya dengan keberadaan ide. Ide adalah konsep abstrak yang ketika diwujudkan dalam tindakan, perasaan menjadi wujud dari ide tersebut. Namun, jika perasaan gagal mengungkapkan ide secara jelas, hal tersebut bisa sulit diterima oleh orang yang lebih mementingkan logika daripada perasaan.
Ini terjadi karena pikiran sering dianggap sebagai cara yang lebih efektif untuk menyelesaikan masalah secara praktis dan adil, terutama dalam masyarakat yang lebih menghargai logika. Sistem yang tidak memperhitungkan perasaan individu cenderung memandang efisiensi dan efektivitas sebagai prioritas utama.
Menurut Jung, meskipun ada individu yang pikiran dan perasaannya berada pada tingkat yang sama, hal tersebut bukanlah tanda dari tipe kepribadian yang berbeda, melainkan hanya menunjukkan bahwa baik pemikiran maupun perasaan masih belum berkembang dengan baik.
Tidaklah mungkin juga untuk membuat generalisasi menyeluruh tentang bagaimana manusia pada era saat ini memperlakukan fungsi perasaan mereka. Terdapat variasi besar dalam bagaimana individu mengakses, menghargai, dan menggunakan fungsi perasaan mereka, tergantung pada berbagai faktor seperti budaya, pendidikan, lingkungan sosial, dan pengalaman pribadi.
Namun, ada argumen yang menyatakan bahwa dalam era modern yang serba cepat dan terfokus pada teknologi, mungkin ada kecenderungan untuk lebih memprioritaskan pemikiran yang rasional dan logis daripada pengalaman emosional. Dalam lingkungan yang serba cepat dan seringkali terputus, orang mungkin cenderung lebih fokus pada hal-hal yang dapat diukur secara objektif, seperti hasil dan efisiensi, daripada pada proses emosional atau interaksi sosial yang lebih kompleks.
Selain itu, tekanan untuk mencapai kesuksesan dalam karier atau kehidupan pribadi dapat menyebabkan individu mengabaikan perasaan mereka dalam upaya untuk tetap kompetitif atau produktif. Ini bisa menyebabkan kurangnya perhatian terhadap kebutuhan emosional sendiri atau orang lain.
Namun, penting juga untuk diingat bahwa banyak individu dan kelompok masyarakat yang tetap sangat menghargai dan memperhatikan fungsi perasaan dalam kehidupan sehari-hari mereka. Banyak gerakan sosial dan inisiatif kesejahteraan mental yang berusaha untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya keseimbangan antara pikiran dan perasaan, serta menghargai ekspresi emosional yang sehat.
Kesimpulan: Perasaan merupakan bagian alami dari kepribadian manusia yang rasional, dan dapat dianggap sebagai alat untuk membuat keputusan antara nilai-nilai, baik nilai-nilai individu maupun nilai-nilai moral yang diterima oleh masyarakat. Namun, dalam era modern, terdapat argumen bahwa manusia mungkin mulai kurang memperhatikan peran perasaan sebagai alat untuk menyelesaikan masalah atau membuat keputusan, terutama karena adanya tekanan untuk mencapai kesuksesan dalam berbagai aspek kehidupan yang mungkin menyebabkan individu mengabaikan kebutuhan emosional mereka. Meskipun demikian, tidak mungkin untuk membuat generalisasi menyeluruh tentang bagaimana manusia pada era saat ini memperlakukan fungsi perasaan mereka. Variasi besar dalam cara individu mengakses, menghargai, dan menggunakan fungsi perasaan mereka tergantung pada berbagai faktor seperti budaya, pendidikan, dan pengalaman pribadi.
Feeling Function contrasted with the Thinking Function – Jungian (frithluton.com)
ChatGPT (discussion with it)
Komentar
Posting Komentar