Golden Emptiness: Fenomena Ghosting dan Dinamika Psikologis di Baliknya

Pernahkah Anda merasa diabaikan atau bahkan dihilangkan secara tiba-tiba dari kehidupan seseorang tanpa penjelasan yang jelas? Fenomena ini, yang dikenal sebagai ghosting, telah menjadi semakin umum dalam era digital saat ini. Namun, apakah Anda pernah mempertimbangkan dampak psikologisnya, terutama bagi para pelaku ghosting dan yang menjadi korban?


Pertemuan yang tak terduga dengan fakta unik bisa terjadi kapan saja, bahkan dalam situasi yang paling tidak terduga. Seperti yang dialami oleh Andry Garcia, yang secara tak sengaja menemukan wawasan menarik saat sedang termenung di dalam sebuah bis. Kepenatan pikiran Andry terbawa pada kenangan tentang seorang wanita yang pernah ia ghosting.


Wanita tersebut pernah menyatakan rasa takutnya terhadap ghosting, mungkin sebagai respons atas pengalaman sebelumnya. Namun, yang menarik adalah apa yang disebut Andry sebagai "animus" dalam diri wanita tersebut. Animus, yang merupakan sisi maskulin dalam diri wanita, mungkin menjadi faktor dominan dalam pengambilan keputusan, terutama dalam hal-hal yang berkaitan dengan hubungan interpersonal.


Andry menekankan pentingnya memahami bahwa keputusan yang dibuat seseorang seringkali dipengaruhi oleh bagian dalam dirinya yang tersembunyi, seperti shadow dan anima/animus. Dalam konteks ghosting, hal ini menyoroti bagaimana ketidaksadaran emosional bisa mempengaruhi interaksi antarindividu, terutama dalam hal mengungkapkan perasaan dan keinginan.


Bagi wanita, terutama yang merasa tidak bernilai saat tidak mendapat perhatian atau diabaikan, ghosting bisa menjadi pengalaman yang menyakitkan. Kekuatan animus dalam diri mereka mungkin mendorong mereka untuk mengharapkan kejujuran dan pengungkapan dari pihak yang melakukan ghosting.


Namun, tidak hanya wanita yang terpengaruh. Laki-laki pun bisa terjebak dalam hubungan yang tidak seimbang, di mana wanita menahan perasaan tanpa memberikan kejelasan. Dalam dinamika ini, animus mungkin memainkan peran dalam mempertahankan harga diri dan keberanian untuk mengungkapkan perasaan.


Dalam psikologi analitis, teori-teori Carl Jung memberikan wawasan yang mendalam tentang dinamika psikis manusia, termasuk konsep Anima dan Animus yang menarik. Anima merujuk pada aspek feminin dalam diri pria, sedangkan Animus adalah aspek maskulin dalam diri wanita.


Menurut Jung, Anima dan Animus mencerminkan kehidupan jiwa atau batin kita. Bukan jiwa dalam pengertian metafisik sebagai sesuatu yang hidup melewati keberadaan fisik kita, tetapi jiwa sebagai kekuatan dalam diri yang menghidupi kita.


Ketika Animus terintegrasi dalam psikis wanita secara sehat, biasanya akan memberikan kualitas-kualitas berikut:

- Kemampuan berpikir rasional dan logis yang baik.

- Kemampuan berpikir jernih dan tidak terikat.

- Kemampuan untuk membangun melalui usaha dan aplikasi berkelanjutan.

- Pusat yang kuat.

- Kekuatan eksternal yang baik dalam persona.

- Jembatan ke pengetahuan dan pemikiran kreatif.

- Kemampuan memecahkan masalah.


Namun, ketika Animus tergantikan atau menguasai psikis wanita, dapat muncul beberapa gejala berikut:

- Sikap merasa tahu segalanya.

- Perilaku intimidasi.

- Sadisme.

- Kontrol.

- Berbicara keras.

- Ketidakmampuan untuk berhubungan secara efektif dan berarti.


Konsep ini menggambarkan bagaimana integrasi yang sehat dari Anima dan Animus dalam psikis kita dapat menghasilkan keseimbangan dan kesejahteraan, sementara ketidakseimbangan atau dominasi salah satu aspek dapat mengarah pada masalah psikologis.


Dalam kehidupan sehari-hari, konsep Anima dan Animus juga dapat diamati dalam interaksi sosial dan hubungan antarjenis. Sebagai contoh, ketika seseorang mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan, terutama dalam interaksi dengan sesama jenisnya, hal itu dapat mengindikasikan konflik internal yang melibatkan aspek Anima atau Animus dalam dirinya.


Peran teman atau orang yang dekat dalam menjalani proses ini juga penting, karena melalui interaksi dengan mereka, kita dapat menyalurkan proyeksi shadow yang perlu dieksplorasi. Shadow projection ini dapat muncul dalam bentuk kejujuran kata-kata dan sikap terhadap teman dekat, yang pada akhirnya membantu kita mengenali sifat-sifat Anima atau Animus yang sebenarnya.


Dalam konteks hubungan antarjenis, fenomena ghosting atau menghilangkan jejak tanpa penjelasan dapat menjadi contoh bagaimana sifat Animus atau Anima seseorang memengaruhi perilaku dalam hubungan. Wanita yang mengalami ghosting, misalnya, mungkin merasa kehilangan nilai diri karena harapan Animus mereka untuk mendapatkan penjelasan dari kesadaran pasangannya tidak terpenuhi.


Sementara itu, pria dapat terjebak dalam situasi di mana wanita menahan diri dari mereka, tetapi tidak memiliki ketertarikan yang sama. Hal ini dapat dilihat sebagai manifestasi dari kekuatan persistensi dan rasa bangga yang diperkuat oleh Animus dalam psikis wanita.


Dalam menggali lebih dalam konsep Anima dan Animus, penting untuk memahami bahwa integrasi yang seimbang dari kedua aspek ini merupakan kunci untuk mencapai kesejahteraan psikologis. Oleh karena itu, melalui pemahaman yang lebih dalam tentang Anima dan Animus, kita dapat membuka jalan menuju penemuan diri dan pertumbuhan pribadi yang lebih baik.



Sumber pendukung

https://appliedjung.com/the-archetypes-of-the-anima-and-animus/


Komentar