Golden Emptiness: Personal Unconsciousness

 Pernahkah kamu, 

berjanji kepada diri sendiri bahwa,
"semua akan indah bila kata hatimu itu benar."

Jujur saja, aku tidak menyangka saat-saat tertentu aku terjebak dengan kata hatiku sendiri.

Lantaran ingin memiliki dan menciptakan rasa aman untuk hatiku sendiri dan orang yang "sebenarnya" kucintai, namun mengapa kerap kali ku mencoba untuk menyalurka setiap sanubari Anima di dalam diriku, sebagai tipe idealku, ada saja rintangan yang sebenarnya sepele tapi sumbu itu tidak bisa ku intervensi? 

Yap, itu perkara "ketidaksadaran pribadi", atau ku sebut sebagai "personal unconsciousness".


Mari kita bahas.


Personal unconsciousness, menurut Carl Jung -seorang filusuf psikoanalitik, adalah sebuah pelabuhan jiwa manusia yang telah lahir karena peristiwa waktu dan ruang yang saling melingkup dan menciptakan memori tunggal yang bercabang akarnya, kemudian ia disangkut-pautkan dengan berbagai peristiwa-peristiwa lainnya yang diperjalankan berdasarkan waktu yang tidak terduga kapan datangnya. Itu semua menggunakan bahasaku sendiri, tapi yang jelas, dari segenap memori manusia yang tercipta, itu akan menjadi sebuah kapasitas ruang yang memiliki impuls-impuls yang bercabang bagaikan "benang kusut", dan itu kita sebutnya kompleks. Kompleks memberikan stimuli atau reflek tidak sadar bagi setiap manusia yang (sudah pasti) memilikinya dan itu menjadi "ujian terberat" manusia untuk melangkah ke setiap zonasi waktu yang berbeda, entah itu melangkah pada saat-saat terkini maupun saat-saat membicarakan wacana yang bersifat visioner (seperti kapan S2, kapan nikah, kapan mapan, kapan punya anak, kapan masuk kuliah bergengsi, kapan.. kapan..). Tidak cuma menanyakan "kapan", yang hal itu sebenarnya menjadi pemicu awal manusia memiliki kegoyahan di dalam hatinya, dan itu juga akan menyinggung bagaimana kerja manusia meniscayakan atau meyakini secara kolektif wilayah ketidaksadarannya yang lebih dalam (nanti aku jelasin soal ini, ok?).

Perkara terganggunya jiwa kesadaran manusia yang ingin melangkah ke depan, di sinilah letak personal unconsciousness itu bersarang dalam jiwa manusia, yang menyelimuti setiap wilayah kesadaran psikhe manusia, yang ketika ia sedang berupaya menggunakannya semaksimal mungkin untuk mengatasi berbagai persoalan-persoalan (sekalipun persoalan sepele). Mengapa ia bisa mengganggu jiwa manusia sebegitunya? Apakah bisa personal unconsciousness bisa "dibersihkan" sehingga tiada lagi memori manusia untuk autonomously  mengingat atau menstimuli sesuatu yang bisa ia hindari atau me-notice bila ada ancaman atau hal-hal yang tidak kamu inginkan?

Alaminya, ini terjadi tentang bagaimana manusia belajar untuk mempertahankan diri.
Sejatinya, peradaban nenek moyang dahulu mengajarkan tentang bagaimana manusia mampu bertahan hidup di berbagai wilayah, cuaca, iklim, serta kondisi-kondisi mengancam lainnya. Saat manusia menghadapi itu semua, ia mulai merasakan tanda-tanda "kecemasan" tepat setelah ia mengalami sebuah pengalaman yang tidak biasa atau pertama kali ia hadapi, sehingga perkara tersebut menjadi sebuah memori jangka panjang yang akan diingat manusia sepanjang hidupnya karena pernah "mengalami" kejadian tertentu yang takkan ia lupakan. Dan hal itu, menjadi sebuah (menurut Sigmund Freud) adalah defense mechanism. Mekanisme mempertahankan-diri adalah salah satu kunci bahwa manusia mulai bisa merasakan dirinya terancam dan mengenali tanda-tanda yang disebut "firasat" untuk melakukan blocking dengan keadaan yang relatable dengan apa yang pernah ia alami di masa lalu. Ketika ia mencoba untuk menghadapinya, saat itulah kerja memori alam personal unconsciousness membentengi manusia dengan menutup celah dengan bias-bias tertentu atau dengan memunculkannya (tanpa dikehendaki kesadaran kita sendiri - namanya juga ketaksadaran personal haha) emosi atau gejolak emosional yang sangat kentara terhadap kondisi yang ia hadapi meski itu hanya "mirip" terjadi di masa lalu. Dengan judgement itulah, tercetuslah kondisi manusia yang "selalu mempertahankan diri" atau "ngeles" skill. 

Pertanyaan mendasar,

Mengapa kita sulit sekali menghadapi itu?

Jawabannya simple. Karena kita sendirilah yang mempertahankan memori itu tetap ada. 

Mengapa kita mempertahankannya?

Karena mekanisme ketaksadaran personal itu menyerap dari setiap arah di dalam jiwa manusia, baik melalui pancaindera, persepsi, dorongan, kognitif, serta pengalaman-pengalaman. Sehingga yang terjadi pada manusia adalah bentuk rasa hormat pada dirinya sendiri karena telah menyimpan "dengan susah payah" memori yang dimiliki padahal ia bisa lebur dengan cara melakukan perjalanan kesadaran itu sendiri dan menciptakan atau menempa memori yang lama dengan yang baru.

Dan mengapa mereka yang mempertahankannya tidak mau menempa memorinya?

Karena jawabannya juga simple. Belum siap. Kenapa belum siap? Karena ..... kembali lagi ke statement awal lagi. Kalau belum siap, ia akan mempertahankan sampai waktu tiba. Kalau waktu tidak tiba, ia akan membiarkannya sampai siap lalu ia akan berputar-putar sampai seterusnya. Karena manusia itu sendiri tidak mau merubah nasibnya.

Al-Quran Surat Ar-Rad ayat 13 menjelaskan dengan terang-terangan demikian (terlepas saya sebagai penganut muslim), begitu juga apa yang Jung sampaikan melalui quote yang ku ingat sampai sekarang:

I am not what had happened to me, I am what I choose to become. 

Kalimat ini mengungkapkan bahwa, manusia itu bukan produk robot. Bukan makhluk yang bisa diprogram untuk tetap permanen sebagaimana adanya. Manusia itu makhluk dinamis, spiritual, dan memiliki derajat tinggi dalam mencapai kesempurnaan jiwa. Di saat manusia sibuk dengan perkara "mencoba memaafkan masa lalu", manusia yang sudah berfokus dengan dinamika kehidupannya, ia harus siap dengan segala perubahan dan mencoba stabil ketika di situasi itu segala sesuatu telah disepakati dan diterima oleh banyak kalangan manusia lainnya, sehingga menjadi logika yang kohesi bahwa sesuatu yang dilakukan sesuai dengan kodratnya adalah bagian dari jiwa manusia untuk tetap merasakan manis pahitnya hidup. Yang dicapainya adalah, tidak lain tidak bukan, adalah realisasi Diri atau Self. Namun, hanya berfokus untuk mengatasi hal yang "rumit" dari kompleks saja tidak cukup 100%, karena itu hanya sebagian kecil saja dalam diri manusia untuk sekedar menyelesaikan tantangan memori jangka panjang manusia agar tetap punya landasan tertentu yang mencerminkan sikap sejatinya. 

Personal unconsciousness menjadi sebuah ladang permukaan jiwa manusia yang akan menjadi tempat fitnah dan tipu daya dari diri sendiri berasal, karena manusia itu tersendiri ditakdirkan sebagai "tempatnya berbuat salah", sehingga kesalahan yang bisa ditelusuri adalah bagaimana perjalanan personal unconsciousness mengoleksi ribuan bahkan jutaan kompleks-kompleks yang tidak terhitung pengalaman-pengalaman hidup yang bersifat bias dan belum bisa terbuktikan oleh realitas (lantaran ketaksadaran personal manusia itu sendiri yang menghalanginya hahahaha). Jika saja ketaksadaran manusia di cabut, maka manusia itu akan memiliki jiwa yang tunggal, bersifat satu substansi (misal tanah, cahaya, atau air) yang dapat menggambarkannya sebagai bentuk kesetiaan pada kehidupan. Jika itu demikian, manusia akan kehilangan arah dan tidak memiliki tujuan ke depan, karena refleksi masa depan terletak pada bagaimana manusia itu melandaskan memori masa lalu yang ia miliki sebagai cerminan diri disaat melakukan sesuatu pada saat-saat ini. Maka tidak heran, berbagai ambisi dan keinginan manusia begitu variatif dan bermacam-macam "pelariannya". Ada yang mau melanjutkan studi karena ingin mendapatkan prestasi atau kuliah favorit, ada juga yang ingin tetap berkarir hingga usia tuanya berakhir karena ia berpikir bahwa "belum tentu ada orang yang mau mengurusnya lagi" sehingga cadangan terakhir yang akan ia manfaatkan adalah dana pensiun atau tabungan tertentu. 

Dan hal ini membuat manusia tidak menghapus memori alam ketaksadaran pribadi, karena ia bukan sebuah kertas corat-coret yang harus dibuang, melainkan sebuah perjalanan ruang dan waktu manusia berpindah untuk mendapatkan tujuan hidup sesungguhnya. Tidak ada manusia yang bisa beralasan "aku tidak punya tujuan hidup", yang justru Tuhan selalu memberikan sesuatu untuk dia yang mengatasnamakan dirinya sebagai orang yang tak punya tujuan; padahal sesunguhnya "tidak punya" itu petanda bahwa ia merencakan untuk tidak mempunyainya. Itulah mengapa Tuhan, berbuat demikian. :)

Kembali lagi ke masalah personal unconscious.

Pada intinya, kamu dan aku tidak bisa lari dari itu.

Ia adalah gerbang pintu yang melebar-memanjang hingga tak ada seorangpun bisa melihat batasnya.

Perlu ada catatan: ia bisa menerobos batas dengan cara ia berani untuk memulai setiap harinya adalah hal baru untuk mengisi setiap jutaan pengalamannya yang telah ada sejak pertama kali ruang dan waktu diperkenalkan untukmu.

Ketika sudah mengalami itu, apakah bisa sinyal proyeksi alam yang "terletih dan terkubur" seperti Anima-Animus itu bisa bertemu?


See you on the next segment!


Komentar

Postingan Populer