No One Understands Me: Dibentuk karena penolakan. Aku harus apa?

Pernah sesekali aku menonton sebuah video dari facebook bahwa, dahulu kita pernah menjadi pribadi yang periang. Pribadi yang penuh semangat, berbicara tanpa merasa bersalah, melakukan sesuatu bisa seenaknya tanpa dipikirkan konsekuensinya, bisa menyelesaikan sesuatu tanpa masalah. Karena ada suatu sebab, entah bagaimana manusia yang lain berbicara cukup banyak tentang kita, kita menjadi pribadi yang terus nge-rem. Semakin mengerem dan semakin kurang flexible. Semakin sulit menjangkau rasa suka kita terhadap siapapun karena kita memiliki sesuatu yang 'mungkin' membuat kita termenung. Sulit mengekspresikan diri dengan lurus seperti biasanya, ada kalanya salah berucap, terlalu lama berpikir hingga mengambil jalan yang sulit, hingga tanpa sadar kita menjadi sebab dari masalah tersebut.

Lalu, mengapa bisa?

Bisa jadi karena kita sendiri baru menyadari bahwa dunia semakin mempersempit perspektif. Semakin bisa membuat kita fokus seharusnya tapi jika kita saat itu belum mampu untuk menerima situasi tersebut, kita menjadi kehilangan kendali diri dan kadang orang lain salah memahami jalan kita berpikir. Bukan esensi tersembunyi yang didapat, tetapi secara literal manusia hanya ingin mengambil cepat cara kita memandang itu mentah-mentah sehingga mereka akan secara perlahan menjauhi kita.

Kedua, pengalaman hidup.
Bisa jadi karena di masa kecil kita jarang didengar. Jarang untuk diakui keinginan kita atau diterima dengan baik aspek emosional yang ingin disalurkan sehingga untuk bersedih jadi takut untuk bersedih, marah akan dicap kesetanan, bersenang-senang takut dicap nggak bisa mengendalikan diri, dan diam akan dicap tidak bisa mengekspresikan diri. Ketika berbicara pun, kadang semakin banyak hal random dikepala saja untuk disampaikan orang lain rasanya takut untuk diterima dari orang lain sehingga memang mau tidak mau harus tetap terlihat diam. Diam hingga menutup semua akses orang lain tahu tentang kita. 

Mungkin dari masalah itu, seenggaknya dua hal yang menjadi gambaran dasar sebab aku ditolak masyarakat. Masyarakat tahu, aku belum siap bicara. Aku mungkin harus lebih banyak mendengar. Aku mungkin harus banyak pengalaman. Aku mungkin harus lebih sering melihat sekitar. Aku mungkin harus mengekspresikan diri lebih pede lagi. Aku mungkin harus terima bahwa, tidak ada secara natural kita bisa diterima orang lain karena mereka punya sesuatu untuk dihindari.

Banyak hal.

Seperti jokes gombal, candaan kering, candaan mengandung sedikit b*k*p, mindset tentang lucunya dunia politik, jokes anime, dan semacamnya. Tidak semua manusia bisa menerima itu karena pada fungsi kerja medan magnet jiwa manusia itu terletak pada apa yang disenangi dan apa yang tidak disenangi. Ketika dua itu bekerja; direspon dengan pikiran, maka kedua itu secara tidak sadar menjadi konsumsi bagi alam bawah sadar. Sehingga cara terbaiknya adalah menghindari sumbernya. Mungkin aku adalah salah satu sumber yang dihindari.

Bagaimana cara agar tetap bertahan dari penolakan?

Tidak mudah.

Semua perlu waktu dan journey pribadi yang harus dilewati. 

Sudah fasenya Tuhan menghukum manusia sepertiku untuk tetap hidup tersiksa dan merasakan pahitnya hidup setelah kebahagiaan.

Supaya apa?
Menemukan jalan untuk kebahagiaan yang maknawi. Yang tidak tahu seperti apa bentuknya.

Namun beberapa hal bisa dilakukan. Mungkin yang pertama, bicara ketika diminta. Bagian ini sebenarnya siap tidak siap, karena orang sepertiku pun harus berpikir dahulu tentang "apa yang harus kulakukan hari ini, what's your objective, did I reach into the goal, what's my next goal". Kalau mau jujur, bagian pertama inilah yang kupikirkan dan terkadang aku harus menghindari kata "tidak tahu", kalau sudah menggunakan kata ini, habislah aku. Karena itulah, kalau mau bicara ketika diminta, pastikan selalu membawa note.

Kalau punya masalah dalam menulis, usahakan terus berlatih menulis. Mungkin dengan berlatih menulis dapat memperlancar DNA berpikir dan mekanisme berbicara. Kenapa demikian? Ahli Grafologi sepakat berpendapat bahwa "kepribadian manusia secara seutuhnya dapat terlihat dari tulisan dan tak satupun tertutupi kemunafikan serta wujud aslinya." Jika kita berpikiran kotor, akan terlihat dari cara menulis, begitupula diriku sendiri. Aku pernah mengambil grafologi 3 kali sertifikasi, meski sudah menyandang gelar tersebut, tetap saja kepribadian dan tabiat harus sering di - improve agar menjadi pribadi yang matang dan siaga. Melalui memperbaiki cara menulis akan selaras dengan bagaimana cara berbicara. Yang pasti seperti ini. Tidak heran orang-orang besar lahir dari banyak karya dari secarik kertas, bukan seperangkat laptop atau komputer rumah, karena mereka menulis.    

Ketiga, live in the present moment. Meski pahitnya sesuatu yang kamu pikirkan tentang dunia, berjalanlah. Teruslah berjalan dan lihatlah segalanya. Jangan takut untuk berinteraksi dengan siapapun, even though ketakutan itu akan selalu menghantui. Biarkan hantu itu melihatmu melakukan sesuatu, seburuk apapun dirimu itu menurutmu, karena pada akhirnya kamu akan menyadari bahwa "kamu masih tetap manusia". 

Keempat, berbagilah mimpi dan refleksi dengan diri sendiri. Jangan sempatkan waktumu untuk berbagi mimpi dengan orang yang tidak penting atau tidak ada hubungannya dengan dirimu. Karena mereka yang megetahui tidak mau tahu *atau bisa jadi akan menginjakmu. Habiskan caramu menyalurkan bakat dan ide, sebaik mungkin bisa mendapatkan teman untuk berkaca dengan diri sendiri. We may think that we fully control ourselves. However, a friend can easily reveal something about us that we have absolutely no idea about -Carl Jung.

Terakhir, carilah waktu yang tepat untuk merenung. Berdiam secara tenang dari sebuah gerakan sholat; beribadah kepada Tuhan. Berbicara pada Tuhan atas sesuatu di miliki dalam hati. Sebenarnya itu yang membuatku lurus, hanya saja jika sendirian dilakukan sama saja aku terjerembab di dalam lubang kegelapan yang sama yang kemasi oleh kesalehan. Butuh sekali teman yang bisa mengingatkan seperti dulu, hingga aku tidak lagi menatap manusia berspiritual layaknya membawa bara api.


Dibentuk karena penolakan; sebenarnya tidak ada yang menolakku.

Aku hanya merasa. Itu saja. 

Aku harus apa? Need a time to calm down. 
Just write. And sleep away.  




Komentar