Golden Emptiness: Personal Unconscious dan Kompleksitas Emosi - Refleksi Berdasarkan Teori Carl Jung


Kita tidak akan membahas film yang ku tonton, even though mostly jika dikaitkan dengan gambar ini, kalian akan mendapatkan "gap" dari ceritaku hari ini.

Mundur kebelakang, aku teringat dulu ketika aku pernah menginginkan seorang wanita yang ingin kuajak jalan. She's pretty well as a Taurus commonly, haha. Tapi benar, aku selalu terpikat senyumnya saat ku selalu mengulur niatku untuk mengajaknya berjalan-jalan. Dan, bagaimana responnya?

"sorry, I cannot for now haha"

"aww it's panas."

"hmm noo, too far."

"ohw, so mahal ya.."

Pada saat itu, pikiranku berubah menjadi sesuatu yang membatasi diriku dan berkata, "okay, sepertinya lebih baik jangan cari waktu sekarang. Ah mungkin aku mengajaknya pagi di waktu weekend or malam di antara jam 6-9. AH, mungkin cari tempat yang terdekat, tapi dimana ya? Aduh kalo yang dekat aja mahal, kalo ku ajak ke Puri or Pluit, could she like it??"

Dan iya, pada akhirnya semua tanggapan itu hanya terjadi di pikiranku saja.

Tahukah kamu apa yang terjadi pada pikiran seseorang yang hanya stuck tanpa tindakan?

Iya betul, ia menjadi sarang memori yang terabaikan atau terpendam. Sehingga itu menjadi blacklist tanpa kita sendiri kendalikan. Dan, manusia biasanya punya itu, lalu ia himpun menjadi satu kesatuan yang dapat merusak diri kita atau menyetir diri kita tanpa sadar ketika di momen itu kita tidak bisa mengambil sikap dengan tepat untuk melakukannya dengan benar.

AND THAT, IS A COMPLEX (PERSONAL UNCONSCIOUSNESS WEB)

Dalam teori psikoanalitik, Carl Jung mengemukakan bahwa:

"Kesadaran pribadi berisi pengalaman yang dilupakan, ditekan, atau tidak menimbulkan kesan sadar. Meskipun demikian, pengalaman tersebut dapat muncul ke kesadaran kapan saja. Dalam ketidaksadaran pribadi, terdapat berbagai ide, seperti perasaan, pikiran, persepsi, atau ingatan yang terorganisasi dan disebut dengan kompleks. Kompleks ini memiliki bagian inti yang berfungsi seperti magnet penarik berbagai pengalaman ke arahnya. Inti tersebut bersifat tidak sadar, tetapi hubungan di antaranya bisa dan sering menjadi sadar."

Artinya, seorang manusia memiliki suatu tarikan atau dorongan yang tidak disadari ketika terpicu oleh suatu topik atau situasi yang di luar kendalinya untuk bersikap berdasarkan apa yang sudah dipelajari atau dialaminya di masa lampau (melalui tindakan dilupakan, ditekan, atau diabaikan) karena pada dasarnya kita tidak mampu mewujudkannya, sehingga jadilah kompleks.

Sebuah kompleks memiliki makna yang tersimpan dan bersumber dari segenap pengalaman yang tertuang oleh setiap emosi-emosi yang disalurkannya. Setiap pengalaman manusia yang memiliki muatan emosional inilah menjadi ingatan-ingatan yang bilamana setiap emosi dasar; senang, sedih, takut, jijik, marah, bahkan emosi yang lebih kompleks seperti malu, cemas, iri, jenuh; dapat membangun pondasi-pondasi kompleks yang dapat menciptakan sebuah dorongan yang utuh dari setiap kepingan diri manusia miliki namun memuat beribu bahkan jutaan arti yang mendalam ketika ia berada di situasi yang menapik atau memicu-nya.

Kembali ke ceritaku,

Saat aku semakin bingung dan di saat yang sama ingin merasakan kembali menonton bioskop dengan seorang wanita seperti dulu, aku semakin takut dan di saat yang sama malu, dan ketika aku tidak tahu harus bagaimana, di situlah kecemasanku muncul. Kalau aku ajak dia, lagian dia juga di Post Story-nya lebih dekat sama "dia-dia lagi" dan aku nggak mungkin mau merusak hubungan orang lain untuk ke sekian kalinya lantaran aku itu hanyalah pengagum yang obviously selalu ada pada emoticon :love: untuknya... dan bla bla bla bla... Hingga pada keputusannya, aku tidak mengajak siapapun untuk menonton denganku karena takut ditolak ke sekian kalinya DAN cemas karena ia pasti tidak akan siap karena aku pasti ngajaknya dadakan dan aku pasti akan di judge sebagaimana pengalaman ajakanku yang pernah kualami sebelumnya. So.. aku jalan sendiri.

Saat jalan sendiri dan aku baru menyadari bahwa aku mencemaskan kesendirian ku saat orang lain membawa pasangan, keluarga, bahkan teman (meski aku cukup jijik sekali ada pasangan gay di sana). Dan saat setelah aku menonton film tadi, aku jadi bisa membuka mata bahwa apa yang kualami hari ini adalah sesuatu yang erat kaitannya dengan cara kerja Personal Unconscious, dimana jaring-jaring complex itu menjadi sumbu untuk merajut setiap pengalaman yang memiliki muatan emosional yang menghiasi itu. 

Sehingga, aku baru sadar bahwa tidak masalah kadang kamu memiliki kegagalan dalam menarik perhatian wanita, tidak masalah ketika kamu jijik dengan gay people, tidak masalah ketika kamu menyadari bahwa uangmu sudah tinggal sedikit (dan tabungan nikahmu semakin berkurang lagi). Apapun itu, kamu tetaplah manusia. Semua yang aku upayakan selama ini adalah penyatuan atas apa yang bisa kuterima dari diriku dan bagaimana membatasinya tanpa harus melupakan atau menekannya. Ketika aku menyadari itu, berusaha untuk temukan sesuatu yang belum selesai dari kompleksitas itu sehingga itu tidak akan menjadi sebuah dendam, benci, atau hal-hal yang melampaui batas lainnya.

Dan iya, saat aku mengetahui itu ending film yang memuaskan dan menyorotiku banyak hal tentang kompleksitas, saat itulah aku menyadari bahwa:

  • Pengalaman emosional cukup bermakna bila setiap yang dilewati harus dialami sebagaimana konteks atau situasi yang ada. Saat aku memang sedih, memang pada dasarnya belajar menyalurkan dengan tepat adalah kunci bagaimana memori itu dapat tumbuh dan berkembang, lalu ketika ia diberikan pengalaman yang sama dengan upaya yang berbeda, di situlah bagaimana kesedihan, cemas, takut, bahagia menjadi satu kesatuan untuk diingat menjadi kenangan yang akan teringat sepanjang hidupnya.
  • Kita tidak bisa menghendaki segala hal itu bisa berjalan demi mendapatkan pengakuan, menghindari kekecewaan, memenangkan orang banyak, atau mencapai apa yang diharapkan agar sesuai dengan masa depan. Basically, dengan cara hidup pada saat-saat ini. Itulah kuncinya. Saat kalah pertandingan, duduklah sejenak dan tenangkan diri tanpa berpikir bahwa "orang lain akan menginjakmu jika kamu kalah." Justru, saat mengalami itulah, tidak ada lautan memori yang perlu dibuang, dilupakan, atau diabaikan.
  • Setiap pengalaman menjadi guru terbaik untuk menyadari bahwa adanya proses belajar manusia untuk memetik makna (meski tidak dapat mengambil segalanya). Ambillah sedikit, dan pelajarilah bagaimana itu dapat memberi dampak bagi diri sendiri. Jika itu sudah cukup, lewatilah pengalaman yang baru lagi untuk membuka berbagai muatan emosional lainnya meski dengan pengalaman yang sama. Karena, yang dilalui kemarin adalah sebuah pengalaman. Hari ini adalah sebuah pelajaran/blessings. Dan masa depan adalah sebuah misteri. Siklus inilah yang disebut Kedamaian Sejati.

Kesimpulan pada Refleksi Ini

Refleksi ini menunjukkan bagaimana pengalaman pribadi dapat dipahami melalui lensa teori psikoanalitik Carl Jung, khususnya mengenai personal unconscious dan kompleks. 

1. Peran Kompleks dalam Pengalaman Pribadi

   Pengalaman yang dilupakan, ditekan, atau tidak disadari membentuk kompleks yang berpengaruh besar pada perilaku dan respons emosional kita. Kompleks ini berfungsi seperti magnet, menarik berbagai pengalaman yang relevan dan seringkali tanpa kita sadari.

2. Trigger Emosional dan Kompleks

   Ketika situasi atau topik tertentu memicu kompleks yang terpendam, reaksi kita dapat dipengaruhi oleh ingatan dan emosi masa lalu yang terorganisasi dalam kompleks tersebut. Hal ini sering terjadi tanpa kesadaran penuh dan dapat mempengaruhi cara kita bersikap dan mengambil keputusan.

3. Pengalaman sebagai Guru

   Setiap pengalaman emosional, baik itu senang, sedih, cemas, atau takut, berperan penting dalam membentuk memori dan pembelajaran kita. Dengan menghadapi dan mengelola emosi-emosi tersebut secara tepat, kita dapat memetik makna yang mendalam dari setiap pengalaman, menjadikannya sebagai kenangan yang berharga.

4. Hidup pada Saat Ini

   Kunci untuk menjalani hidup dengan damai adalah menerima setiap pengalaman dan emosi apa adanya, tanpa berusaha mendapatkan pengakuan atau menghindari kekecewaan. Menghargai setiap momen sebagai bagian dari proses pembelajaran dan perkembangan pribadi membantu kita menemukan kedamaian sejati.

5. Penerimaan Diri

   Mengakui dan menerima keterbatasan serta kegagalan diri sendiri, tanpa melupakan atau menekan emosi negatif, memungkinkan kita untuk tumbuh dan belajar dari pengalaman tersebut. Dengan demikian, kita dapat menghindari perasaan dendam atau benci yang berlebihan dan membangun sikap positif terhadap diri sendiri dan kehidupan.

Kesimpulannya, refleksi ini menekankan pentingnya memahami kompleks dan personal unconscious dalam diri kita, serta bagaimana kita dapat mengelola dan belajar dari setiap pengalaman emosional untuk mencapai kedamaian dan kebijaksanaan dalam hidup.


Sumber:

Psikologi Analitik Carl Gustav Jung : Teori, Struktur, dan Perkembangannya - DosenPsikologi.com

https://www.saltypopcorn.co.uk/movies/inside-out-2 (sumber gambar)

Pengalaman Si Penulis (yang menyedihkan itu haha)

for English purpose, can click this link:
Golden Emptiness: Exploring Emotional Complexes through Carl Jung's Theory of the Personal Unconscious (filusufngawur.blogspot.com) 

Komentar

Postingan Populer