Dear June: Dealing with Great Anger, Depression, and Loneliness

Kamu tahu, kan? Saat orang lain mengira kamu marah, mereka sering tidak memahami dengan betul bagaimana dan apa yang kamu pikirkan hingga kamu bisa marah, atau alasan apa yang mendasari kemarahanmu. Kamu mungkin menyembunyikannya, karena kerap kali kamu mencoba mengabaikan amarahmu dengan keadaan, menumpuknya sehingga kamu sendiri sulit mengidentifikasi sebabnya dengan jelas saat marah.


Kadang, kamu memang sudah punya landasan yang jelas untuk marah atau bereaksi atas apa yang kamu rasakan, namun kamu sendiri menyadari bahwa orang lain seakan tidak menginginkanmu untuk menyampaikan alasanmu hingga itu juga yang menjadi pemicu amarahmu dan alasan jelasmu menjadi tertutupi. Kamu tidak menutupinya, tetapi pikiran orang lain tentangmu ketika marah atau tidak menyukai keadaan tertentu, membuatmu melupakan atau mengabaikannya.


Manajemen amarahmu pada dasarnya perlu dikendalikan dengan cara sederhana, yakni komunikasi. Komunikasi yang ingin kamu bangun sebenarnya sudah tercatat dalam konsep alasan jelasmu tadi, namun kamu sendiri masih belum bisa menyesuaikan kapan harus mengendalikan amarahmu, terutama saat kamu belum siap untuk marah, seperti ketika lelah, berada dalam desakan, atau memendamnya terlalu lama tanpa dipikirkan matang-matang. Inilah mengapa manajemen marah perlu direkonstruksi terlebih dahulu agar kamu bisa meluapkannya dengan tepat.


Rasulullah SAW pernah marah kepada istrinya Aisyah r.a. Ketika Aisyah melakukan kesalahan, Rasul hanya menunjukkan wajahnya yang memerah dan bertanya, "Mengapa?". Saat Aisyah mampu menjawab alasannya, Rasul dengan perlahan meredam amarahnya sehingga tidak ada konflik yang sia-sia yang harus ditanggulangi oleh ledakan emosi. Contoh tadi menunjukkan pengendalian amarah yang cukup mudah terlihat, namun dari wajah Rasulullah yang memerah, kita bisa melihat bahwa Rasul pun bisa menunjukkan amarahnya yang besar tetapi tidak menyalurkannya dengan tindakan yang bisa memicu pertengkaran atau emosi lebih lanjut, seperti membanting pintu, merobek kertas, atau mencekik sesuatu.


Manajemen marah juga penting untuk pemulihan pikiran yang bisa terjadi karena ada hubungannya dengan masa lalu, salah satunya bentuk pengabaian dari orang lain tentang kebutuhan diri sendiri. Mengapa? Karena di sini asosiasi emosional bekerja, di mana manusia mencari pengakuan dalam dirinya untuk dipahami dan dimengerti akan keadaannya saat itu. Situasi yang bersifat masa lalu datang dari pikiran manusia yang lahir dari perlakuan orang lain ketika kita tidak menginginkan hal itu terjadi; sehingga ia bereaksi menjadi marah dan menyalurkan gejala emosional lainnya karena ada sesuatu yang berusaha ia kendalikan namun menjadi pemicu dari ingatan masa lalunya. Akibatnya, manusia tidak bisa menghindari amarah yang berujung pada ledakan emosi.


Saat seseorang mengalami amarah yang menyala, ia tidak menyadari bahwa yang dirugikan adalah waktu, hubungan (relasi), energi, serta significant others yang awalnya dianggap baik menjadi buruk seketika. Waktu terbuang hanya karena ia harus melampiaskan kata-kata yang tidak terorganisir dan tidak membuat poin yang tepat, sehingga memakan waktu orang lain yang menerimanya, dianggap sebagai pemborosan waktu. Kedua, soal hubungan atau relasi. Ekspetasi awal yang baik bisa berubah karena orang lain mungkin sudah mengetahui momentum marah seseorang atau tidak peka terhadap tekanan dari luar, sehingga menyebabkan kesalahpahaman atau dendam. Ketiga, soal energi. Energi tubuh terbuang karena mekanisme tubuh saat marah berdampak pada psikosomatis manusia; gejala fisik seperti demam, batuk, pilek, diare, pusing/migrain, mual, muntah, dan lemahnya otot atau saraf bisa terjadi akibat ketegangan stres. Persoalannya adalah dampaknya pada significant others, di mana orang lain yang melihat atau mendengar cerita kemarahan tersebut mungkin menciptakan persepsi "siapa korban" dan "siapa orang jahat", sehingga terjadi pembagian sikap yang tidak diharapkan oleh si pemarah.


Itu baru soal masalah Anger Issue. Bagaimana efek berkepanjangan yang dialami pemarah dan orang yang dimarahi? Itu bisa menjadi Depression. Depresi adalah salah satu efek yang timbul pada kemampuan otak mencerna keadaan secara fisiologis dan psikologis; setelah ketegangan, terjadi relaksasi (depresi) mendadak yang tidak terkendali sehingga sulit bagi seseorang untuk kembali pada kondisi semula. Pemarah mungkin merasa sulit menjadi dirinya sendiri dan sulit berpikir jernih dan tenang, serta wajah yang kurang bahagia bisa menjadi tanda depresi.


Apa hasil dari depresi ini? Loneliness. Manusia mengalami perjalanan panjang dalam pikirannya yang takut, menyesal, dan sulit untuk didamaikan, serta sulit menerima bahwa ia telah melampaui batas. Bentuk kesendirian ini menjadi jalan tanpa ujung yang jelas hingga ada cahaya yang menuntunnya kembali pada kesadaran seutuhnya. Jika perjalanan ini ditempuh dengan baik tanpa hambatan, maka ia akan berhasil menyadari dengan baik apa yang harus dilakukan berikutnya dan solusi praktikal saat menghadapi pemicu serupa. Membutuhkan waktu? Memang, tapi seperti kata pepatah, nasi sudah menjadi bubur.


Jalani saja meski jalan itu lurus tak berujung, kamu akan temukan momentummu untuk bertumbuh.

Komentar

Postingan Populer