No One Understands Me: Life Is Getting Flat as Tasteless. (LIGFAT)
Nowadays, I learned something about....
*ah capek bahasa inggris mulu, dilirik dia aja kagak hahaha*
Okay. So..
Jadi gini, kalau bercerita soal perjalanan dan masalah sehari-hari, rasanya kayak mulai "hambar" dirasakan. Ya, karena kalau bercerita dengan orang yang sama dan kemudian memiliki masalah yang sama, rasanya mereka akan cepat memahami dan terlalu cepat menilai dipikiran bahwa "yah masalah lo sama masalah gua mah sama aja". See? Yaps, kadang udah mulai merasa nggak pantas aja gitu bercerita masalah sehari-hari dan bertukar pikiran demi mendapat inspirasi. Hasilnya, kalo gak di judge, yah paling kebagian di judge level 2 haha, atau emang bisa jadi nggak kepikiran sama sekali dengan apa yang kita ceritakan. Atau, ketika punya masalah yang sama, yah lebih baik diam gitu dan kadang di iyain aja.
Sikapku jadi makin flat semenjak seseorang yang ku admire pernah posting seperti ini, "Not Everyone Else around you Is A Friend..", kayak setiap kali dia post hal kayak gitu, aku selalu merasa introspektif dan lebih baik mundur. Haaaissh, emang sih dipikir juga ngapain deketin orang yang udah jelas di kasih boundaries sama perusahaan, so gimana yah hehe. Hal itu yang membuatku kadang sulit untuk menyampaikan dengan jelas apa yang ingin kuceritakan, apa yang kukeluh kesahkan, dan dengan teman kerja lainnya menganggap aku nggak tau etika, gajelas, dan yah, mungkin dianggap celotehan yang nggak penting atau bawel. \\ : ) //
Tapi, nggak masalah. Aku sih perlahan mulai menerima dan belajar dari arti "mengalah". Manusia yang akan membuatnya menjadi unggul dari segi jiwa dan ruhnya adalah ia yang mudah mengendalikan keduniawiannya. At this rate, menjadi pribadi yang mengalah adalah kuncinya. Harus siap jika tidak bisa menggapai apa yang diinginkan, sehingga harus mengubah target atau membenahi diri lagi supaya lebih jelas terarah hidupku. Kedua, dengan menerima kenyataan bahwa "rekan kantor bukan berarti teman yang bisa segalanya" itu wajar. Jadikan professionalitas aja. But, tidak berharap seutuhnya aku diterima. Orang hanya cukup tau kalau aku "baik", tapi aku melakukan ini karena aku mampu, berupaya sesuai kapasitasku (karena orang lain belum tentu mampu melakukannya). Hal ini, perlu introspeksi yang cukup panjang dan mendalam, sehingga memilih menjadi orang baik di mata manusia itu nggak masalah, tapi apa yang kulakukan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan, that's all.
Menjawab yang kedua; terkait aku yang bawel dan terlihat irresponsible dalam berucap, sebenarnya sah-sah saja dan silakan saja mereka menilai. Jung juga pernah bilang Thinking is difficult, that's why most people judge. Menyindir manusia dengan statement ini mudah, tapi kalau tujuannya untuk sindiran, apakah kalimat ini akan bermakna untuk manusia berpikir? tentu tidak. So, aku jad lebih ingin belajar untuk flat aja sih. Banyakin aja rasa syukur dan tambah lebih banyak menolong orang lain, yang akan dinikmati adalah kedamaian hidup tanpa batas, tanpa tepi, dan tanpa bimbang berpikir. Karena hidup yang penuh introspektif, jiwa akan semakin mengambang dan mengikuti harmoni. Jika disalahkan, yasudah gapapa. Akui kesalahan dan cari solusi bersama apa yang harus dilakukan. Jika dipuji, yasudah gapapa. Cukup biarkan pujian itu berlalu dan berdoa supaya menjadi harapan agar aku terus konsisten dan lebih baik lagi.
Dan,
Jika hidupku semakin banyak kesulitan lagi, yasudah gapapa. Curhat aja di sini ehehehehehhe.
Only this, my safe haven, can explain my heart goes. Sisanya, Tuhan yang mengatur hubunganku diantara lainnya.
Komentar
Posting Komentar