Berkurban?

Jujur, untuk menulis momen ini adalah hal yang paling membuatku terenyuh dan memukul batinku sejenak.

Jika kuhitung banyaknya pengorbananku untuk siapapun, rasanya tak cukup untuk membuat jiwaku tenang sepanjang waktu.

Kenapa?

Karena yang kupikirkan pengorbananku selama ini adalah bagaimana yang kulakukan dilirik orang lain agar mereka merasakan perasaan yang kuhadapi.

Lelah.

Itu yang dirasakan.

Semenjak saat itulah, aku hampir kehilangan makna tentang berkurban.

Tiada lagi panggilan jiwaku untuk menikmati serta merenungkan momentum tersebut.

Yang kulewati, selalu perasaan dan ragaku habis terkuras oleh orang sekitarku.

Selalu ingin membutuhkanku.
Atau, hanya menurutku saja?

Entahlah.
Aku tidak mampu lagi melihat manakah titik terang dan buta diantara itu semua.

Aku hanya terdiam, dan tak mampu lagi untuk menyalurkan banyak pendapat.

Tentang berkurbanku, selama ini.

Aku hanya malu, pada diri sendiri.
Adakah hukuman yang pantas bagiku, yang hanya mengorbankan secuil waktu, tenaga, dan perasaanku untuk orang lain sepanjang hidup?

Yang hingga akhirnya, aku buta.
Sulit lagi memandang apa yang baik untukku di mata orang lain.

Aku, hanya memandang baik jika yang kuyakini itulah yang terbaik.

Dan aku, hanya memandang buruk jika yang kuyakini keputusan yang terburuk.

Tuhan, mohon tuntun aku.
Aku adalah hamba yang terlemah diantara yang lemah.
Aku adalah hamba yang terbodoh diantara yang bodoh.
Dan aku adalah hamba yang terkejam diantara yang kejam.

Menyakiti diri sendiri, dengan menghadirkan persepsi yang tidak pasti.
Menyimpulkan sesuatu yang nilainya selalu tak patut.
Memantaskan kemampuanku yang menjadi lebih tidak bersyukur.

Maafkan aku, Tuhan.
Semoga malam ini Engkau menghukumku dengan nikmat yang terbaik.
Agar lebih menyadari, apa yang kumiliki dan kujalani saat ini, sudah terbaik.
Dan lebih memahami, cinta yang kulakukan bukan untuk semata orang lain.

Tetapi untukmu, Tuhan.

Agar Engkau selalu meridhoi.
Dan..

Membuatku hidup lebih tenang dan damai.
~
31 07 2020


Komentar