Cerpen #11 - Hikayat si Bodoamat yang Menyusahkan

Bodoamat.
Itulah namanya.
Ia dikenal sebagai orang yang memiliki pikiran sendiri, berdiri di atas imajinasinya, dan selalu berpandangan benar dan tepat terhadap permasalahan. Pribadi yang ingin berusaha baik di mata semua orang, selalu mencari 'muka', dan gaya bicaranya pandai membuat orang terpana. Apapun yang orang lain ingatkan kepadanya, ia sering membantah dengan pertanyaan-pertanyaan. Ia juga sering dikenal sosok yang dermawan, suka memberi, dan selalu ingat dengan 'orang lain'. Di balik hal tersebut, tersimpan jiwanya yang sangat kekanak-kanakan. Ketika ia berlaku dermawan, di dalam hatinya adalah rasa ingin dipuji, dihargai, dan disanjungi. Ketika ia memberikan waktunya untuk orang lain, ia ingin sekali berharap orang lain melakukan hal yang sama untuknya. Dan, ketika ia selalu ingat orang lain, ia mengharap balasan dan selalu melemparkan maksud yang tidak 'masuk akal' dan itu membuat orang lain pasti jengah terhadapnya. Namun faktanya, hal dermawannya berujung pada memihak yang seharusnya salah, memberikan waktunya hingga merugikan orang banyak, dan mengingat orang lain sebatas dari keinginannya tanpa etika bertanya dahulu hingga mendapat detil yang jelas. 

Suatu hari, si Bodoamat ini sedang mengerjakan sebuah tugas dari seorang gurunya untuk mencari bunga Gajah. Apapun itu, terdengar aneh bagi si Bodoamat. Kemudian, dengan harap ia dapat dihargai oleh si guru, berangkatlah ia untuk bersiap-siap ke Lembah Distraksi tanpa bertanya bentuk bunga dan kapan ia harus kembali dari Lembah. Tanpa berpikir panjang, dan merasa hanya perlu beberapa jam saja ia mencari dan membawa bunga tersebut, si Bodoamat memenuhi misinya dengan 'segenap hatinya' bergegas dalam perjalanan. 

Si Bodoamat ini, meskipun dikenal sosok yang menyebalkan, namun banyak yang menyukai kedermawanannya dan keibaannya terhadap menolong orang lain. Suatu hari, dalam langkah 10 meter menuju Lembah, ia bertemu dengan si Band. Si Band ini menginginkan agar si Bodoamat bisa membantunya untuk mengisi panggung selama 10 menit. Si Band ini, sangat memiliki kedekatan yang erat dengan Bodoamat secara emosional, terpikir akhirnya karena 'nggak enak hati untuk menolak', maka Si Bodoamat memenuhi keinginan si Band sesuai janji yang ditetapkan.

Selang 30 menit lebih, akhirnya berangkatlah kembali si Bodoamat menuju ke Lembah. Melewati hilir sungai yang begitu derasnya, tiba-tiba ia dikagetkan dengan si Market. Si Market ini, adalah sahabat dekat Si Bodoamat yang cukup intens, karena ia yang selalu memberikan saran dan kritik yang membangun terhadap masalah si Bodoamat. Namun, Si Market ini juga sedikit 'bawel' dalam berurusan dengan si Bodoamat, yang cara bicaranya kerap kali mengganggu si Bodoamat untuk berpikir dengan caranya sendiri. Selain itu, si Market ini punya tabiat 'meminta'. Kalau tidak diberi, ia selalu punya kecurigaan tersendiri. Hampir sama dengan pikiran si Bodoamat, maunya ia dimengerti karena merasa tahu dari yang ia lihat. 

Lanjut dengan masalahnya, si Market ini tiba-tiba meminta si Bodoamat untuk menemaninya berdagang di dekat sebuah pasar yang sudah terbengkalai. Mengingat si Bodoamat sudah punya janji untuk memenuhi permintaan si Market, dengan mendesak si Market meminta jawaban pasti dari si Bodoamat agar dengan segera ia penuhi atau hubungan kontrak yang dibangun dengan si Bodoamat ini kalap. Akhirnya tanpa berpikir panjang, si Bodoamat menemani si Market sampai mendapatkan satu pelanggan. Berjam-jam menunggu dan akhirnya dengan akal cerdas si Bodoamat merekonstruksi idenya untuk membuka sebuah lapak yang dapat menampung keinginan dari pelanggan yang lewat lalu lalang tersebut. Dengan menjual semua produk yang dibandol harga murah, dengan cepat pelanggan pun bergerombol menghampiri si Market dan si Bodoamat tersebut. Si Bodoamat mencoba untuk keluar dari gerombolan pembeli tersebut, namun karena sudah terjebak dengan kerumunan, akhirnya si Bodoamat memutuskan untuk melayani hingga semua barang laku habis terjual.

Koin emas dan perak ditangan si Market, dan penghitungan bagi hasil pun di tetapkan oleh si Bodoamat, dikarenakan si Market malas menghitungnya, dan saat membaginya pun, si Market tetap komplain dan bertanya-tanya dari yang di bagi dari si Bodoamat tersebut. Selang perdebatan yang cukup lama, akhirnya si Bodoamat dan si Market sepakat untuk pembagian hasilnya. Si Bodoamat mendapatkan 60% keuntungan, karena dengan ide dan waktu yang diberikan bisa membantu si Market yang mendapatkan 40%. 

Dan akhirnya, ia kembali melanjutkan perjalanan. Si Bodoamat ini semakin terasa kesal karena ia tidak bisa menjadi 'dirinya' saat berhadapan dengan orang-orang terdekatnya yang dirasa membutuhkannya. Dalam perjalanan, ia bergumam dengan dirinya sendiri, "Aku takkan peduli dengan siapapun, takkan!" 

Kata berujung balik pada ujian. Saat perjalanan, lagi-lagi ia bertemu dengan si Nongkrong. Si Nongkrong ini, adalah sahabat curhat sekaligus orang yang suka mengatur si Bodoamat agar dia terdesain menjadi pribadi yang 'bodo amat' tersebut. Si Nongkrong ini juga terkenal oportunis, mudah mengelak dari masalah, selalu merasa ego-nya kuat, dan lebih mampu tegas dengan keadaan yang ia punya. Tidak mudah menelan perkataan orang, dan saat ia salah, ia bisa melemparkan kembali kesalahan orang lain darinya. Si Nongkrong ini juga multitalent, punya 'bakat' yang mendasar dan banyak akal. Hal termudah baginya adalah selalu membalikkan masalahnya terhadap orang lain menjadi sebaliknya, singkatnya, orang lain akan disalahkan balik dari cara ia memandang, karena kelebihan darinya adalah kedisiplinan. 

Bertemunya si Bodoamat dengan si Nongkrong terkadang membuatnya keringat dingin. Ia tidak tahu harus mengambil keputusan apapun saat dihadapan si Nongkrong. Satu-satunya cara ia bisa menentukan sikap dengan berusaha mengakui bahwa ia sibuk dan tidak bisa membagi waktu dengan si Nongkrong. Hanya itu yang bisa dilakukan, tapi, ketika itu diutarakan kepada si Nongkrong, si Nongkrong justru menyalahkan si Bodoamat yang tidak bisa mengatur waktu sama sekali terhadap pekerjaan dan tanggungjawabnya terhadap komitmen. Itu menghantui pikiran si Bodoamat. Dengan terpaksa, ia penuhi keinginan si Nongkrong karena terus-terusan di serang argumen olehnya. Selang keinginannya yang ingin sama seperti si Band, kemudian membicarakan bisnis seperti si Market, itu menyita waktu sangat lama dari yang di lakukan si Market terhadapnya. Si Bodoamat akhirnya melepas nafas lega, ketika si Nongkrong pergi begitu saja. 

Berjalan tertatih-tatih dan hilangnya gairah untuk memenuhi misinya, yang hanya memerlukan sekian 300 meter lagi ia raih, si Bodoamat ini memilih untuk berbaring di atas si Pohon, yang ternyata dia menjaga kawah-kawah lembah agar tidak longsor ke bawah permukaan tanah. Si Pohon membangunkan si Bodoamat, dan meminta bantuan terhadap ranting-rantingnya yang sudah lapuk dan rusak agar bisa di pangkas. Jujur saja, si Bodoamat sangat menyukai si Pohon, karena setiap ia menghampirinya, selalu ada keteduhan yang cukup dalam dan itu membuat dia halu dalam rindangnya. Si Pohon memang bukan tipikal sosok yang senang mengelabui, ataupun memanfaatkan siapapun didekatnya, selama tidak mengancam. Ia hanya meminta tolong kepada mereka yang dirasa dapat menolongnya saat itu juga. Dan bagian inilah, yang sangat disukai si Bodoamat terhadap sikap si Pohon, yang hampir-hampir si Bodoamat jatuh hati dengan si Pohon. 

Singkatnya, si Bodoamat dengan sigap dan memasang dada tegapnya untuk memangkas semua ranting dan daun yang layu pada si Pohon. Menurut perkiraan awalnya hanya memakan setengah jam, dan ternyata hampir berjam-jam ia membantu si Pohon hingga di waktu fajar yang sebentar lagi senja, ia berhasil membantu si Pohon. Harapan terbesar si Bodoamat adalah ingin memiliki si Pohon seutuhnya, di mana si Pohon sendiri mengetahui itu diam-diam hanya saja, ia tidak memerdulikannya.

Selang perkiraan senja menuju tempat tidurnya di bawah Lembah Distraksi, si Bodoamat baru saja tiba di puncak Lembah yang ternyata sudah semakin gelap. Si Bodoamat berusaha untuk mencari bunga tersebut dalam kegelapan, namun ia tidak bisa melihat dengan jelas. Tiba-tiba, muncullah si Roh Amarah. Dia tidak lain adalah sisi lain si Bodoamat yang keluar menjadi wujud manusia. Si Roh Amarah menghampiri dan memukul kepala si Bodoamat dengan keras hingga darah mengalir di ujung jidatnya. Si Roh Amarah memberitahu bahwa apa yang telah si Bodoamat lakukan telah sia-sia, karena semua pekerjaan yang ia lakukan tidak sama sekali membantunya untuk menyelesaikan misinya sendiri.

Si Bodoamat melakukan bantahan seperti yang dilakukan si Market terhadapnya, namun si Roh Amarah memukul pipinya dan menyadarkan bahwa ucapan yang dia sebutkan tidak tepat dan tidak masuk dengan logika. Kemudian si Bodoamat berusaha menyudutkan hal personal yang tidak disukai si Roh Amarah seperti bagaimana si Nongkrong lakukan terhadapnya. Ternyata, si Roh Amanah tidak mempan dengan argumen dan ujaran kasar yang menyambatnya dan justru ia mudahnya memukul si Bodoamat pada bagian ujung hidungnya. Si Bodoamat hampir kehabisan retorika untuk menunjukkan kalau ia salah, kemudian ia mengatakan bahwa si guru tidak memberitahu dengan jelas misi yang diberikan. Si Roh Amarah semakin kesal dan membalasnya dengan memukul kedua mata si Bodoamat, dengan memberitahu bahwa yang ia lakukan terhadap gurunya adalah bentuk pengabaian yang tidak bermoral. Ia tidak menggunakan akal sehatnya untuk melihat adanya kejelasan dan kepastian yang harus ia mengerti sebelum berangkat dalam perjalanan. Semakin ia bingung dan sedikit menyerah, si Bodoamat ini meminta maaf sambil menyalahkan keadaannya yang membuatnya tidak bisa menjangkaunya, sebagaimana si Pohon yang sulit menjangkau rantingnya untuk ia rapikan. Dan bijaknya, si Roh Amarah menatap mata si Bodoamat dengan wajah saling berhadapan, dan mengatakan bahwa apa yang telah ia lakukan adalah hal yang sia-sia.
"Kamu tidak bisa berharap pada sesuatu yang telah kamu lakukan untuk siapapun, kamu bisa mengambil hakmu dari mereka.
Kamu tidak bisa menyalahkan keadaan, jika sebenarnya kamu sendiri sebenarnya punya otak cerdas dan berpikir jernih untuk memilih yang tepat.
Kamu tidak bisa menyudutkan aib orang lain yang menyalahkan anda, boleh jadi kamu terburu-buru karena adanya harapan yang kamu jemput, bukan usaha yang dijemput.
Kamu tidak bisa membohongi pekerjaanmu, kalau memang saat ini kamu bukan prioritas bagi siapapun.
Kamu tidak bisa mengandalkan kekuatan orang lain, sedangkan kamu seharusnya punya sikap sendiri terhadap masalahmu.
Kamu tidak bisa bersembunyi dengan masalahmu, sedangkan apapun itu kamu perlu utarakan semua tanpa menutupi kekuranganmu.
Kamu tidak bisa mengatakan "tidak tahu", sedangkan kamu itu terlalu berdiri dengan pendapatmu dan tidak melihat resiko yang kamu tanggung ke orang lain."

Dalam sekejap, Roh Amarah menghilang. Dan ia menjelma menjadi bunga Gajah yang berwarna putih dan berkelopak lebar. Memiliki benang sari yang cukup panjang, sebagaimana bentuk belalai gajah. Si Bodoamat akhirnya berlari sekencang-kencangnya menuju perguruannya untuk membawa kembali bunga ditangannya. Dan ternyata, ia membaca sebuah tulisan menggantung di pintunya,

"Maaf, datang lagi di hari lain. Tugas dari perguruan telah gugur sore ini. Terima kasih yang telah mengumpulkan tugas tepat waktunya. Salam, Pak Suh."

Si Bodoamat menjatuhkan lututnya, dan mengeluarkan air mata begitu deras. 
Isak tangis dengan rasa menyesal atas perbuatannya itulah yang membuat ia terpukul dengan semua yang ia lakukan. Hanya bisa diam dan membiarkan linangnya air berderas jatuh, yang di dalam hatinya merintih akan kebodohannya dia sendiri. Tak sedikit teman seperguruannya mengintipnya di balik jendela rumah kayu tersebut. Namun, tak banyak yang iba terhadap si Bodoamat. Mereka dalam hatinya berkata, "Rasakan,", "sukurin, emangnya enak!", "mampus lu, dasar anak kecil berbadan gede!", "mangkanya kalo orang ngomong nanya!", "Salah lo sih..dah tahu itu tugas, disepelein!" menghantui segenap pikiran si Bodoamat. 

Entahlah, setiap jawaban yang tidak terhitung dari prasangkaan buruknya, tercipta dengan sendirinya ia memandang dunia sebagai tempat ia semakin tidak perduli dengan sekitarnya.

itulah dia, si Bodoamat.



Komentar