Cerpen #7 - Jadilah Pengendara, Yang Melakukan Perjalanan Kehidupan


Jadilah Pengendara, Yang Melakukan Perjalanan Kehidupan
                Berjarak dua puluh kilometer, ia pacu dengan cepat kendaraan motor bermerk Yamaha 50 cc itu. Ia gunakan sehari-hari untuk berkelana ke berbagai tempat yang ia kunjungi. Dalam satu hari, ia menghabiskan uang sebesar dua puluh ribu rupiah untuk mengisi bahan bakar sampai malam. Sebut saja Haris. Umurnya masih separuh baya dengan mahasiswa yang baru masuk bangku kuliah di tahun 2017. Kesehariannya tidak hanya di isi dengan kuliah, namun juga ia menempuh perjalanan ke berbagai tempat.
                Suatu hari, Haris mendapati jam kuliah paginya diliburkan. Ia sungguh kesal. Berbeda dengan mahasiswa lain, yang sungguh bahagia mendengar jam mata kuliah diliburkan, justru Haris memasang wajah muram. Sahabatnya, Rafid dan Cecil, bertanya kepada Haris mengapa ia keluh kesah seperti itu. Namun, Haris hanya menjawab dengan nada ketus, Kalian tidak perlu tahu. Kalaupun kalian ingin tahu, kalian belum tentu membutuhkan itu. Lalu, ia pun berlalu sambal memegang tas yang ia rangkul. Rafid sempat khawatir dan mempertanyakan itu kepada Cecil, namun Cecil hanya bisa menarik kesimpulan, Intinya, ia sibuk. Kalau ia tidak mau memberitahu, gak usah kita ikut campur. Tiba-tiba muncul niatan Raifd untuk membuntuti Haris menjelang siang nanti.
                Pukul 10.00, menjelang matahari mulai terik. Angin sepoi mulai memudar. Kendaraan pun beramai-ramai dalam satu jalan. Macet. Polusi menyatu dalam gumpalan kabut pucat pasi. Suara motor dan mobil pun berpadu dalam satu simfoni. Fatamorgana menyingsing. Haris pun keluar dari gedung kampus, bergegas untuk keluar dari parkiran. Sementara Rafid secara diam-diam mengikutinya dari belakang. Berbeda dengan Haris, motor yang di gunakan Rafid sejenis Honda CBR sport itu, berjarak hampir 20 meter mengikuti Haris agar ia tidak ketahuan dari suara motornya yang menggelagar itu.
                Hampir menempuh jalan dua puluh kilometer lebih, Rafid cukup lelah dan tidak kuat membawa kendaraan motor yang ia bawa itu. Matahari semakin meninggi. Keringat semakin mengucur dan membasahi tubuh Rafid, sementara dari kejauhan Haris masih terus melaju dengan kecepatan yang sangat pelan sekali. Pandangan mata Rafid semakin lelah. Hingga akhirnya, Bruuk…” Rafid pun tumbang, dan terjatuh dari motor. Dari kejauhan Haris sebenarnya sudah memperhatikan ada yang mengikutinya dari belakang, karena itulah ia berjalan cukup pelan sepanjang jalan. Tanpa pikir panjang, ia memutar arah dan menghampiri Rafid.
                Setelah tersadar beberapa menit, Rafid terkejut yang menolongnya tidak lain adalah Haris. Rafid kemudian bercerita sebab ia membuntuti Haris. Lalu Haris tersenyum dan berkata, Kamu ini, niat sekali yah. Kalau begitu, maukah kamu menemaniku ke tempat ini? Ia menunjukkan Google Maps ke beberapa tempat yang akan di singgahi. Setelah kondisi fisik cukup membaik, Rafid pun berangkat mengikuti Haris dari belakang dan melanjutkan perjalanan.
                Setibanya di sebuah rumah sakit besar di Jakarta, Rafid kaget dan bertanya, Haris, siapa yang sedang sakit? Haris pun menjawab, Nanti kamu akan tahu. Bersabarlah. Mereka memasuki ruang bedah anak, dan tiba-tiba Rafid pun kaget, Subhanallah…” Ia mengalirkan air mata seketika melihat pasien-pasien anak yang menderita banyak sekali kondisi tubuh tidak se-normal yang ia pernah lihat sebelumnya. Kepala yang kehilangan wajahnya, mata yang menonjol bagai anggur merah bulat, tangan yang membengkak seperti di timbun seonggok sampah yang busuk penuh dengan belatung di dalamnya. Rafid berbisik sambal menangis kepada Haris sambal terbata-bata, Ya Allah, mengapa nasib anak-anak ini berlaku seperti ini? Aku tidak sanggup melihatnya.  Haris hanya diam saja. Lalu, ia meminta suster jaga untuk memberikan kursi merah yang di pojok itu untuk diduduki oleh Rafid. Haris berkata, Kamu tunggu di sini, aku mau melayani pasien ini. Tak di sangka jiwa ksatria yang di miliki Haris, Rafid membayangkan apa yang ia lihat lebih pahit dari apa yang dibayangkannya selama ini.
Selang 3 jam berlalu, pukul 14.30 mereka keluar dari rumah sakit untuk melanjutkan perjalanan berikutnya. Haris bertanya, Bagaimana? Kamu masih sanggup pergi bersamaku? Rafid menjawab, Baik, aku akan ikut. Perjalanan tidak jauh dari tempat mereka singgahi. Hampir setengah jam lebih cepat karena biasanya daerah CIkini selalu ramai kendaraan jika sudah menuju sore. Kendaraan lalu lalang yang sepi pun segera berlalu, menuju lebih ramai. Tiba di suatu taman kota, di mana banyak sekali pemuda-pemudi berkumpul. Terhitung hampir 15 orang yang berkumpul di taman itu, Rafid pun bertanya lagi, Buat apa kamu datang ke taman ini? Ini sepertinya tempat muda-mudi sedang berpacaran. Haris kembali menjawab, Nanti kamu akan tahu. Bersabarlah. Dengan jawaban yang sama, Haris meminta Rafid untuk mendirikan sebuah stand mini bertuliskan Counseling Gathered! Mari Aktifkan Kembali Hidup Anda! Tiba-tiba pemuda-pemudi itu berkumpul melingkar duduk mengelilingi Haris dan Rafid. Haris terlihat membuka salam, lalu banyak bertanya kepada setiap audience yang hadir. Astaga! Ternyata Haris memang merencakan orang-orang tersebut untuk berkumpul. Tidak hanya menjadi seorang volunteer, melainkan ia juga menjadi seorang trainer konselor. Terlihat saat Haris sedang menggunakan nametag-nya, tertulis nama Harisyam Pratama Facilitator of Digital Counselor. Rafid pun akhirnya menunggu lagi di belakang audience duduk. Dengan wajah minder, bercampur rasa bangga terhadap temannya sendiri, Rafid sangat tertunduk malu dengan temannya yang memiliki bakat yang selama ini ia pendam, dan selalu luput dari pengetahuan tentangnya selama bertemu di kampus.
Selesai pukul 16.30, setelah menuaikan ibadah shalat ashar berjamaah di sebuah masjid yang tidak jauh dari tempat ia mengisi, Haris pun bertanya lagi kepada Rafid, Bagaimana? Masih ingin ikut bersamaku? Rafid terdiam dan tidak bisa menjawab pertanyaan yang di sampaikan Haris. Haris pun ikut diam, sambal menunggu respon Rafid dengan tatapan yang sangat tajam. Dan akhirnya, Rafid menangis kembali dan membanting tangan kanannya sambal berkata, Mengapa kamu tidak pernah bercerita kepada kami? Kamu selalu diam, tidak pernah membicarakannya kepada kami atas pengalamanmu ini!! Mengapa?? Haris menenangkan Rafid dengan menarik bahunya, lalu berkata dengan tegas, Jika kau ingin melakukan kebajikan, lakukanlah! Dan jangan pernah ceritakan apa yang kamu rasakan kepada siapapun. Karena, yang menyukaimu takkan butuh itu. Dan yang membencimu, takkan percaya itu! Rafid terdiam dan terlihat sangat terpukul mendengar perkataan Haris. Kemudian, Haris melanjutkan, Jadilah seorang pengendara sejati, apapun keadaan yang akan di alami, kau akan memenuhi perjalanan hidup tanpa batas untuk menuju ke mana jalan itu akan berakhir. Aku tidak menyebutkan motor itu akan mogok, tetapi hingga napas terakhirmu yang akan habis ketika kau sedang berbuat kebaikan yang dapat di kenang sepanjang masa. Karena itulah, tetaplah melakukan kebaikan sampai hembusan napasmu habis. Rafid terdiam dan menghela napas sejenak, lalu memberi salam dan memeluk Haris sebagai rasa syukur telah menuntun dia untuk mengenal segala yang ia tidak tahu. Setelah perbincangan yang membuat mereka mulai saling bersahutan, keduanya berangkat kembali untuk pulang kea rah tujuan masing-masing.
Keesokan paginya, Haris mempersiapkan motornya untuk bersiap-siap kuliah. Tak di sangka, kendaraan yang ia nyalakan tidak bisa di starter hingga ia sedikit bingung harus bagaimana. Tiba-tiba, Rafid tiba di depan rumah Haris dan menawarkan tumpangan sambal berkata, Aku akan ikut denganmu. Bukankah semua orang di luar sana sedang menanti kebaikanmu untuk siap di tebarkan? Haris pun tersenyum dan beranjak dari motornya, lalu keduanya berangkat penuh dengan semangat. (tgs./BI)

Komentar