No One Understands Me: When The Time Is Crystal Clear
Hari demi hari,
Waktu berganti menjadi waktu.
Aku semakin cukup dibuat bahagia dan merasa aman dengan dunia yang memfasilitasi kehidupanku untuk mendapatkan hal-hal yang menjadi sumber kesenangan manusia pada umumnya.
Perihal berkarir, berilmu, dan beramal pada panggung ini, tidak sedikit yang menjadi rival atau bahkan pertarungan hati ini menguji seberapa setianya perasaanku terhadap impianku selama ini.
Ego.
Merupakan sebuah substansi diri manusia yang menjadi alat kesadaran mereka.
Sulit rasanya untuk mengabaikan ego, sekecil apapun ku menahan. Seperti ada suara yang berteriak. Meronta. Butuh perhatian dari seseorang yang bisa memahami pemikiran yang dipendam.
Namun,
Sulit pula rasanya untuk orang orang yang menerima pemikiran ku tentang dunia.
Dunia bagiku adalah sebuah penjara. Sebuah tempat persinggahan yang menuntunku untuk tetap bertahan, dibalik banyaknya jejak kebenaran yang akan menyiksa perlahan-lahan jiwa manusia.
Segalanya begitu jelas.
Melihat sikap orang yang dicintai—salah satunya, yang tidak acuh dengan apa yang kumiliki sepanjang hidup. Ia sudah cukup tua, tiga tahun diatasku. Aku mencintainya seperti sosok wanita ideal yang kuinginkan. Namun, Allah membuka banyak hal yang membuat ia tidak tahan denganku, yakni pemikiran liarku.
Siapa tidak mau denganku yang memiliki konsep berpikir bahwa dunia ini telah dikendalikan oleh sistem global, dimana uang menjadi capital untuk mengontrol psikologis manusia, sistem pendidikan yang dibiayai untuk mencetak generasi manut pada pengetahuan yang tidak pernah jelas asal muasalnya, teknologi manusia ke bulan-mars yang konspirasi—tidak ada yang jelas bahwa manusia bisa menembus langit, sebagaimana Namruz dan Firaun yang menantang langit dengan menciptakan tugu atau menara pencakar langit, yang sekarang kita sebut sebagai Gedung Tinggi, lalu sistem cuaca dan kesehatan yang di kontrol dengan vaksin, rencana pembuatan RIFD chip, gelombang HAARP yang tidak disadari mereka ulah dari sumber bencana dan cuaca artifisial selama ini, chemtrail yang menyebarkan sumber penyakit jangka panjang—agar sektor kesehatan dapat memproduksi obat penawar sebagai solusinya, makanan fast food, dogma one government yang dijanjikan, dan satu lagi bumi bulat yang dianggap sebagai sumber kecerdasan "gravitasi" dan matahari sebagai pusat semesta sebagaimana ide Galileo ya g belum teruji benarnya.
Sayangnya
Jika semua hal ini ia mengetahui, apakah ia akan tetap menjadi istriku di masa depan? Dimana ia memiliki reputasi keluarga yang duniawi, hidup dalam korporasi, harta karena pekerjaan kapitalis, dan bermindset teknis.
Aku bingung, bagaimana membuatnya percaya untuk semua hal yang orang sudah yakini namun bagiku itu menyesatkan?
Tapi
Memang, aku diingatkan dalam Firman Allah yang berbunyi: tiap-tiap yang berjiwa pasti akan (merasakan) kematian. Kami jadikan kebenaran dan kesalahan adalah ujian. Dan hanya kepada Kamilah kamu dikembalikan.
Mengingat ayat Al-Anbiya ayat 35, aku semakin cukup dibuat gerah dan tunduk karena aku tiada sanggup, dalam hal apapun, dari yang ku tahu menjadi sesuatu yang harus semua orang tahu. Pada dasarnya, aku tidak bisa membuat semua orang mengakui kebenaran yang kutahu, karena itu akan menjadi ujian bagi masing–masing yang mengetahuinya. Dalam hal apapun, aku harus tetap kembalikan segalanya kepada Allah.
Aku tahu di luar sana ada banyak sekali kejanggalan dan kebinasaan yang akan memengaruhi manusia, tapi tetap, aku bukanlah siapa-siapa. Aku bukanlah Nabi, dan Rasul. Aku juga bukanlah seorang ahli ilmu. Aku juga bukanlah seorang ahli hikmah. Dan aku, juga bukanlah seorang yang bijak. Aku adalah anak kecil yang selalu tersesat ke setiap tempat yang tidak jelas arahnya.
Malunya aku.
Jika memang Tuhan membukakanku suatu kebenaran disaat yang tepat aku tidak mampu mengutarakannya, lalu untuk apa aku tahu itu semua? Terkadang, Tuhan itu unik. Menitipkan sesuatu yang krusial pada orang biasa sepertiku yang selalu dianggap sebelah mata. Dan disinilah, Tuhan memberiku rahmat dibalik ujian.
Seharusnya, aku menyadari bahwa
Nikmat Tuhan itu crystal clear. Sungguh jelas. Hanya saja, aku baru menyadarinya saat sedang menulis ini.
Aku seharusnya tidak menyalahkan calon istriku itu. Aku merasa bersalah.
Karena aku sendiri tidak dapat dipahami, oleh diriku sendiri.
😭
Komentar
Posting Komentar