Tersikut, dan akhirnya... (2)

..... Mau ga mau biar aman..harus di tutup tau yg perempuan

Masih kerja di pabrik lamaku

Harus segera menikah lbh dulu

Ngeri aku dr pada yg laki laki ga punya harapan pekerjaan 

... Atau gak lulus kuliah

...... Makanya aku biasa aja dgn org org

 Soalnya aku percaya sama takdirnya

Bicara siapa yang bicara ini, bukan menjadi persoalan. 


Namun dipikiranku, 

Adalah tentang sulitnya membimbing seseorang yang tak kalah ingin diakui sebagai pembawa kebenaran.

Yah, anggaplah sosok ini wanita. 

Namun, di dalam jiwanya terdapat Animus. 


Sosok yang selalu saja membangkitkan emosi liar secara logis namun memiliki kelemahan pikir yang tak pasti. 


Bagaimana caraku menenangkan kuda yang masih ingin terlihat beratraksi dan tiada henti ingin terlihat lebih baik?


Sulit.

Menunggangi saja sudah tidak mampu, apalagi menjinakkan. 


Entah. 

Semua perlu waktu, 

tak berarti harus terus-terusan menunggu. 


Menerima akan keadaan dan tabiat seseorang yang dicintai, akan sulit untuk memprediksi bahasan ataupun permasalahan yang harus di tuntaskan.


Serba salah. 

Entah bagaimana dunia memihak.

Tapi,

rasanya keraguanku mulai muncul. 

Akan adanya kepercayaan yang telah dianggap semu. 

Hanya, "biasa saja". 

Yang kuterima di dalam pikiranku adalah.. 

sebuah penyelewengan. 

Dan lagi, aku merasa tersikut

oleh rasa takutnya tak mendasar itu. 


Aku tak peduli dengan kata apa yang ia "katakan", karena setiap perkataannya ada makna sendiri, dan biasanya menuntut sesuatu untukku secara tidak langsung. Dengan landasan teori yang menurutnya tepat, ia dijadikan sandaran seolah adalah suatu kebenaran yang sesungguhnya. Itulah Animus, yang bekerja pada wanita. 

Padahal, dia hanya perlu menerima keberadaannya itu sebagai panggilan jiwanya untuk bergerak, berkarya, berinovasi, dan semacamnya. 


It's all about fear. 


Hanya ketakutan isinya, kegelisahan yang irasional. 


tapi, 

saat aku mendengar curhatnya, rasa lelahku sejenak hadir. 

Ada gundah di dalam hati ini untuk menerimanya. 

Karena takut apa yang dia sandarkan itu, benar benar terjadi. 


dan, akupun ditinggalkan, meskipun bukan dia yang melakukannya, tapi aku sendiri tanpa sadar yang menghendakinya. 

Lantas, siapa yang mau peduli dengan dampak yang kurasa? Heh, aku meragukan itu, kadang. 


Aku menjadi ikut tertular dengan rasa takut yang lain, yakni kepergian. 

.




Komentar