Perjalanan Jiwa

Sepintas aku membaca pembukaan buku pdf Dr. Murray Stein yang berjudul "Jung Maps of the Soul", ada sebuah penggalan kalimat seperti ini,


"What I did not realize at the time was that our century has been marked just as decisively by the journeys inward, the great explorations of the inner world undertaken by the likes of Carl Jung in the decades before Sputnik and Apollo. What John Glenn and Neil Armstrong have meant to us as explorers of outer space, Jung signifies with regard to inner space, a courageous and intrepid voyager into the unknown.." (p. x)


Dari sini aku sadar, bahwa perjalanan manusia memiliki keunikan tujuan dan makna, sebagaimana Dale Mathers menulis di babnya tentang arti sebuah makna, apa yang menjembatani sebuah makna, dan bagaimana agar makna dapat singgah kepada tujuan sesungguhnya.


Sehubungan dengan berpikir inilah, yang dilakukan oleh Carl Jung sebagai seorang psikoanalis, Murray Stein sebagai the next legacy, dan Aku, hanya berawal dari penggila MBTI hingga mengetahui rahasia pola kepribadian manusia secara anatomis, telah tiba pada titik merasakan yang namanya "perjalanan kosmik alam semesta" yang begitu luas hamparannya. 


Masyaa Allaah.. 


Yang membuat kami pastinya terus mencari titik terang dari human existence ini bukan dari hanya sekedar menemukan dan mengetahui karakter dan tingkah laku manusia, melainkan kami mempertanyakan "Ketakutan apa yang akan dihadapi manusia di hari esok dan Kebahagiaan apa yang akan diciptakan manusia untuk saat itu?" 


Sebuah perjalanan yang pastinya tiada henti, karena ketika sudah mengetahui jelas ketakutan orang lain atau diri sendiri sebagai manusia, maka tidak heran mengapa setiap polemik, konflik, retorika permasalahan yang terjadi membuat kami 'tenang-tenang' saja. Mengapa? Karena, saat orang tua menguliahkan anak dengan terpaksa bukan berarti kita menyikapi dengan emosional terhadap permasalahan orang tua yang terlalu terikat kepada anak, melainkan pertanyakan saja dalam diri kira untuk keduanya bahwa, "ketakutan apa yang beliau keduanya hadapi?" 


Keterbukaan dari mengakui sebuah ketakutan adalah sebagaimana ia bertarung dengan dirinya sendiri. Kesanggupannya di ukur dari bagaimana ia mengenal 'peta jiwa' nya, wilayahnya. Bagian darinya yang harus tumbuh, berkembang, dan dirawat dengan penuh kesadaran, meskipun sulit untuk menyadari atau, orang tersebut menghiraukannya. 


Ketakutan akan menjadi sebuah momok sekaligus aib baginya, jika ia terus-menerus jadikan itu sebagai hal yang tidak bisa diubah atau menghilang. Justru, keberadaan dari hal itulah yang membuat manusia harus berani menyelami ketakutannya, supaya ia sadar bahwa "ia tidak hidup sendirian". 


Kebahagiaan seyogyanya menjadi sebuah media untuk mengekspresikan jiwa yang sesungguhnya. Bukan sesuatu yang harus diikat oleh keinginan masyarakat, atau aturan-aturan berbasis logika. Atau detil yang selalu jadi anggapan kita demikian adanya. Justru, dengan menciptakan sebuah kebahagiaan itulah, tidak ada alasan manusia untuk tidak bahagia, supaya ia sadar bahwa "ia hidup dalam keadaan utuh". 

— Barangsiapa yang memahami hakekat manusia, maka Allaah akan memberi jaminan berupa ketenangan di dalam dirinya. (Ust. Abdul Somad) 

— Aku akan merubah jalan menuju fajar baru. Jadilah saksi perjalanan melintasi dekade (Lyric: Gacht - Journey Througha Decade, - peny) 




Komentar